Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan pembelajaran pajak masuk dalam kurikulum di perguruan tinggi di Indonesia pada 2018.
Hal ini merupakan salah satu cara instansi tersebut untuk menggenjot penerimaan pajak ke depannya.
Direktur P2 Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya telah menyusun peta jalan dalam rangka implementasi pembelajaran kesadaran pajak di dunia pendidikan. Peta jalan ini disusun untuk periode 2014-2030.
Advertisement
Baca Juga
"Kami harap program ini sukses. Karena peran dunia pendidikan yaitu membentuk manusia Indonesia yang memiliki akhlak dan pendidikan yang baik, sehingga selesai di dunia pendidik bisa jadi manusia yang sukses," ujar dia di Kantor DJP Kemenkeu, Jakarta, Senin (27/11/2017).
Begitu juga dengan tujuan dari pengenalan pajak di dunia pendidikan. Dengan adanya program inklusi kesadaran pajak ini diharapkan saat para pelajar ini sudah bekerja atau menjadi pengusaha nantinya diharapkan memiliki kesadaran untuk membayar pajak.
"Kesadaran pajak harus dimulai sejak dunia pendidikan, jadi jika nanti mereka sudah bekerja atau usaha mereka bayar pajak, tidak perlu harus didatangi‎. Hal ini dalam rangka mewujudkan generasi emas yang sadar pajak pada 2045," kata dia.
‎Sementara itu, Kasubdit Penyuluhan Perpajakan DJP Aan Almaidah Anwar mengatakan, pihaknya telah menyiapkan materi pembelajaran pajak melalui microsite. Diharapkan pada 2018 pembelajaran pajak ini bisa diimplementasikan di perguruan tinggi di Indonesia.
‎"Di 2018 diharapkan pembelajaran pajak bisa diimplementasikan di perguruan tinggi baik negeri swasta di seluruh Indonesia," tandas dia.
Strategi Sri Mulyani Kejar Setoran Pajak Tanpa Bikin Takut
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berjanji akan mengejar target penerimaan pajak sebesar Rp 1.283,6 triliun di 2017 tanpa menimbulkan ketakutan bagi wajib pajak (WP). Pemerintah akan mengumpulkan setoran berdasarkan undang-undang (UU) yang berlaku, data yang akurat, dan profesional.
"Apa yang kami lakukan untuk tidak menakuti WP, yaitu kami akan terus menjalankan seprofesional mungkin," ujar dia di Jakarta, Kamis 16 November 2017.
Untuk diketahui, penerimaan pajak hingga Oktober 2017 mencapai Rp 858,05 triliun atau 66,85 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, pembayaran pajak wajib bagi seseorang maupun badan usaha yang memiliki kekuatan ekonomi. Pemerintah memastikan akan menjalankan tugas mengumpulkan pajak sesuai UU. Yang dimaksud adalah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Kami lakukan sebaik mungkin untuk memungut pajak sesuai UU bukan sesuai selera masing-masing. UU sudah mengatur cukup jelas kewajiban masing-masing pajaknya. Kami pun tidak henti-hentinya memberi penjelasan," tegas dia.
Bagi Sri Mulyani, pemerintah tidak dapat membebaskan seseorang dan badan usaha yang memiliki kekuatan ekonomi dari kewajiban membayar pajak. Ditjen Pajak akan berupaya menjelaskan berapa pajak yang harus disetorkan WP kepada negara dengan data-data keuangannya.
"Kalau para WP memahami itu, dia tidak akan merasa diintimidasi karena UU yang mengharuskan kewajiban pembayaran pajak," tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Kementerian Keuangan, terutama Ditjen Pajak, ia menuturkan, memiliki saluran resmi yang dapat dimanfaatkan WP untuk mengadu, mengeluh, atau mencari informasi. Sri Mulyani menyampaikan setiap proses pengumpulan pajak, termasuk pemeriksaan hingga penuntutan sudah diatur secara rigid dalam UU.
"Kalau merasa diintimidasi di luar UU KUP, kami punya banyak saluran. Tapi kalau sampai pemeriksaan akhir harus membayar pajak, tapi tidak bayar, ya kami lakukan tindakan. Namun sebelum sampai itu terjadi, WP diimbau membayar sehingga kami tidak melakukan tindakan yang sifatnya intensif," kata dia.
"Kami berjanji akan terus memperbaiki dari pelayanan, transparansi, dan feed back dari seluruh masyarakat akan kami hargai," kata Sri Mulyani.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement