Usai Paradise Papers, DJP Bakal Punya Big Data Pajak dari AEoI

DJP akan memiliki data skala besar dan valid dari otoritas pajak seluruh negara saat implementasi pertukaran data secara otomatis (AEoI).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 27 Nov 2017, 06:40 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2017, 06:40 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan akan memiliki data dengan skala besar dan valid dari otoritas pajak seluruh negara saat implementasi pertukaran data secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) per September 2018. Saat ini, DJP sudah mengelola 10,5 miliar data dalam sistem informasinya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) DJP, Hestu Yoga Saksama mengaku telah menindaklanjuti dokumen skandal pajak Panama dan Paradise Papers, khususnya nama-nama Warga Negara Indonesia (WNI).

"Jangan khawatir kami tidak lakukan apapun dengan Panama Papers. Data itu sangat berguna, kami tindaklanjuti Wajib Pajak (WP) WNI. Kebetulan konteksnya saat itu ada program tax amnesty, jadi kami imbau untuk ikut tax amnesty, dan banyak dari mereka ikut," ujar Hestu Yoga, seperti ditulis di Jakarta, Senin (27/11/2017).

Setelah tax amnesty berakhir, sambungnya, bocor lagi dokumen pajak serupa atau yang dikenal dengan Paradise Papers. Tidak berhenti di situ, kata Hestu Yoga, DJP kembali menindaklanjuti data tersebut, terutama nama-nama orang tenar Indonesia.

Dia menilai, data seperti Panama dan Paradise Papers tidak akan ada lagi jika seluruh negara maupun yurisdiksi ikut dalam AEoI dan pertukaran informasi (exchange of information/EOI) by request atau dengan permintaan.

"Panama dan Paradise Papers akan tutup semua kalau seluruhnya sudah ikut AEoI. Kami akan dapat data yang valid, lebih luas, data yang current, dan lebih legitimate karena diperoleh dari otoritas negara lain," jelasnya.

"Data Panama dan Paradise Papers bukan sesuatu yang sangat luar biasa. Dengan AEoI dan EoI by Request, optimisme data lebih bagus lagi karena AEoI akan membuka gambaran lebih lengkap lagi," Hestu Yoga menambahkan.

Kepala Subdit Direktorat Perpajakan Internasional, Leli Listianawati mengungkapkan, total sudah 146 negara yang berkomitmen melaksanakan AEoI di 2017-2018. Jumlah ini bertambah 44 negara dari sebelumnya 102 negara.

"Sebanyak 4 negara sudah menentukan tahunnya, yakni Albania, Maldives, Nigeria, dan Peru pada 2019-2020," ujarnya.

Menurut Leli, Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes terus melakukan pendekatan dengan negara-negara di Afrika untuk ikut AEoI. Alasannya hampir seluruh negara ASEAN sudah ikut, serta Ekuador, Armenia, dan negara-negara Amerika Latin.

"Global Forum juga membahas yurisdiksi yang wajib bertukar informasi karena negara-negara ini disinyalir akan menjadi hub baru untuk menyembunyikan pajak. Sifatnya wajib, karena kalau tidak akan kena hukuman," tegasnya tanpa bersedia menyebut nama negara tersebut karena bersifat rahasia.

"Jadi semua negara diharapkan ikut AEoI sehingga tidak bisa lagi ada yang sembunyikan aset keuangannya," kata Leli.

10,5 Miliar Data

Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan II DJP, Yunirwansyah mengatakan, sejak membangun sistem informasi 2004 hingga saat ini, DJP telah memiliki 10,5 miliar data pegawai pajak maupun Wajib Pajak (WP).

"Kami sudah pegang 10,5 miliar record data. Data sebanyak 40 ribu pegawai dan 32 juta WP aktif ini harus dikelola secara hati-hati, tanggungjawab, transparan, jangan sampai keluar, dan dimanfaatkan para oknum," tuturnya.

Dengan miliaran data tersebut, DJP berencana mengganti sistem informasinya dengan sistem cortex. "Kami akan ganti sistem informasi sekarang dengan sistem cortex yang akan terintegrasi dengan 10,5 miliar record data itu," tutur Yunirwansyah.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya