Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, banyak faktor-faktor penyebab para kepala daerah melakukan korupsi. Salah satu lantaran adanya monopoli kekuasaan.
Sri Mulyani menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara kunci dalam Workshop Nasional Legislatif Partai Golkar 2017 di Hotel Merlynn Park, Jakarta.
Dia menjelaskan, berdasarkan laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di 2016, sebanyak 71 perkara tindak pindana korupsi terjadi di tingkat provinsi. Selain itu juga, sebanyak 107 perkara tindak pidana korupsi terjadi di tingkat kabupaten/kota.
Advertisement
Baca Juga
"Bahkan sebanyak 343 kepala daerah berperkara hukum di kejaksaan, kepolisian‎, dan KPK. Dan sebagian besar karena tersangkut masalah pengelolaan keuangan daerah. Ini jumlah yang luar biasa masif," ujar dia di kawasan Harmoni, Jakarta, Jumat (1/12/2017).
Dia menuturkan, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab kepala daerah terlibat kasus korupsi, antara lain monopoli kekuasaan, diskresi kebijakan serta lemahnya akuntabilitas.
"Pengadaan barang jasa rawan markup, di daerah banyak juga yang disebut jual beli jabatan," kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut Sri Mulyani, pemerintah daerah perlu didorong untuk segera menerapkan sistem e-planning, e-budgeting dan e-procurement. Dengan penerapan ketiga sistem, maka masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam mengawasi penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Oleh sebab itu, bila dibantu dengan penggunaan teknologi maka tata kelola keuangan di daerah akan lebih baik. Maka ada e-planning, e-budgeting dan e-procurement yang membuat ini lebih baik," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Banyak Pejabat kena OTT KPK, Jokowi Kumpulkan Para Menteri
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan laporan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait 74 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) memperoleh opini WTP alias 84 persen. BPK juga memberikan rekomendasi terkait banyaknya pejabat negara yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"BPK memberikan report kepada pemerintah, dan report-nya ini jauh lebih bagus daripada sebelum-belumnya, karena hampir 84 persen kan kita sudah WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dan ini menunjukkan sebuah achievement kemajuan yang luar biasa," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Komplek Istana Negara Jakarta Pusat, Selasa 10 Oktober 2017.
Selain memberikan laporan keuangan, BPK juga memberikan rekomendasi, salah satunya adalah maraknya pejabat yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK.
Terkait hal tersebut, Pramono mengatakan, BPK meminta kepada Presiden Jokowi untuk mengadakan pertemuan dengan seluruh pemangku kepentingan baik tingkat pusat dan daerah.
"(Pertemuan) tentunya pada tingkat pusat antara kementerian lembaga dangan BPK berkaitan dengan komitmen dari kementerian lembaga untuk menjalankan apa yang menjadi saran, temuan dan juga sekaligus yang diarahkan oleh BPK," kata dia.
Menurut dia, Presiden Jokowi akan melakukan pertemuan dengan Menteri dan Kepala Daerah dalam waktu dekat ini. Hal tersebut bertujuan untuk membuat komitmen dari kementerian dan lembaga untuk menjalankan saran serta mencermati temuan BPK.
"Dalam waktu dekat, Presiden akan mengumpulkan para Menteri, Kementerian, lembaga untuk bersama-sama BPK membuat komitmen tentang hal itu," ujar Pramono.
Advertisement