Kemenperin Khawatir Kebijakan Impor Tembakau Sulitkan Pabrikan

Ada beberapa jenis tembakau yang tidak dapat tumbuh di Indonesia sehingga pabrikan terpaksa mengimpor tembakau dari negara lain.

oleh Nurmayanti diperbarui 11 Des 2017, 20:00 WIB
Diterbitkan 11 Des 2017, 20:00 WIB
20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau di pabrik rokok di Jember (13/2/2012). (AFP / ARIMAC WILANDER)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) khawatir Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 84 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tembakau akan mempersulit pabrikan rokok dalam memeroleh bahan baku untuk produksi.

Saat ini, ada beberapa jenis tembakau yang tidak dapat tumbuh di Indonesia sehingga pabrikan terpaksa mengimpor tembakau dari negara lain.

"Prinsipnya, menyulitkan industri," kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Abdul Rochim kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/12/2017).

Rochim mengaku paham bahwa ada kekhawatiran bahwa tembakau petani tidak dapat terserap sepenuhnya. Kendati demikian, ia mengajukan solusi lain, yaitu menaikkan biaya masuk impor tembakau. "Jadi, tidak perlu melalui regulasi," kata Abdul.

Salah satu poin yang tercantum dalam permendag mewajibkan pelaku usaha untuk mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian agar dapat mengantongi izin impor dari Kemendag. Saat ini Kementan belum memiliki petunjuk teknis (juknis) terkait rekomendasi tersebut.

Rochim mengatakan, hal ini berpotensi menghambat proses produksi pabrikan. "Prinsip industri kan, proses harus jalan terus. Tapi kalau gantung, nggak dapat bahan baku, kan pekerja menjadi sulit," katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Forum Masyarakat Industri Rokok Indonesia (Formasi), Suhardjo, mengatakan, permendag ini telah mengecilkan industri rokok nasional. Ia beralasan, beberapa jenis tembakau yang dibutuhkan industri memang tidak dapat tumbuh di Indonesia.

"Intinya, ini membuat kita semakin tidak nyaman bekerja," kata Suhardjo.

Ia juga mengkritisi aturan yang mewajibkan pelaku usaha yang melakukan impor tembakau untuk mengikuti pelaksanaan verifikasi oleh surveyor yang mana biayanya dibebankan pada pelaku usaha.

"Ini berarti kita belum bergerak, sudah dikerjain dulu. Jadi kan ini kita jadi tidak bisa kerja," katanya.

Pasal tersebut mengamanatkan adanya verifikasi atau penelusuran teknis dari setiap pelaksanaan impor tembakau oleh surveyor yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Biaya atas pelaksanaan verifikasi kemudian dibebankan pada industri.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya