Ditjen Pajak Tunda Aturan e-Faktur bagi Pembeli Tak Punya NPWP

Ditjen Pajak menunda pelaksanaan Perdirjen 26/2017 yang wajib mencantumkan identitas pembeli tanpa NPWP ke e-faktur pajak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 28 Des 2017, 19:15 WIB
Diterbitkan 28 Des 2017, 19:15 WIB
Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menunda aturan wajib mencantumkan informasi atau identitas pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP) yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) karena beberapa hal. Seharusnya aturan itu berlaku mulai 1 Desember 2017.

Dikutip dari keterangan resmi Ditjen Pajak di Jakarta, Kamis (28/12/2017), Ditjen Pajak telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-26/PJ/2017 tanggal 29 Nopember 2017.

Aturan itu tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik yang terhitung berlaku 1 Desember 2017.

"Tapi pemberlakuan perdirjen tersebut ditunda," bunyi keterangan resmi tersebut tanpa disebut sampai kapan penundaan aturan ini.

Ditjen Pajak menjelaskan, tujuan Perdirjen 26/2017 ini diterbitkan untuk melindungi Pengusaha Kena Pajak (PKP) agar mendapat perlakuan yang sama (equal treatment) bagi para pengusaha.

Sebab, dalam praktiknya, disinyalir banyak pengusaha orang pribadi yang membeli barang dalam jumlah besar, (yang ditujukan untuk diolah atau diperjualbelikan kembali), tetapi mengaku tidak memiliki NPWP.

Akibat yang terjadi adalah sebagian pengusaha yang memiliki NPWP, menjadi PKP dan membayar pajak, sedangkan sebagian lainnya lagi tetap tidak masuk ke dalam sistem perpajakan.

"Jadi untuk mendorong kepatuhan para pengusaha tersebut, maka pembeli yang tidak memiliki NPWP harus menunjukkan atau memberikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk dicantumkan sebagai identitas pembeli dalam e-faktur pajak."

Namun, pelaksanaannya harus ditunda karena pertimbangan beberapa hal:

1. PKP membutuhkan kesiapan untuk menyesuaikan administrasi dalam pembuatan dan pelaporan e-faktur atas penyerahan BKP atau JKP untuk mengakomodasi kewajiban pengisian kelengkapan faktur pajak sesuai PER-26/PJ/2017.

2. Dari aspek administrasi perpajakan, diperlukan penyempurnaan aplikasi e-faktur untuk memberikan dukungan validasi kelengkapan pengisian faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP sebagaimana diwajibkan dalam PER-26/PJ/2017.

3. Diperlukan sosialisasi bagi PKP dan masyarakat (pembeli), serta diseminasi internal bagi petugas pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk memberikan pemahaman yang sama dalam penerapan PER-26/PJ/2017.

Selama jangka waktu penundaan dimaksud, tata cara pembuatan dan pelaporan faktur pajak masih mengikuti Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik.

Tonton Video Pilihan Ini

Pengusaha Khawatir Jadi Sasaran Utama Target Pajak di 2018

Pengusaha menilai target penerimaan pajak sebesar Rp 1.609 triliun pada 2018 terlalu optimistis. Sebab, pertumbuhan ekonomi pada tahun depan dipatok tak jauh dari tahun ini.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia mengatakan, asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2018 dipatok sebesar Rp 5,4 persen. Total belanja pemerintah diasumsikan sebesar Rp 2.218 triliun dan penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.609 triliun.

"Ada sebuah kekhawatiran target perpajakan Rp 1.609 ini merupakan target yang sangat optimis, tapi juga ekspansif yang membuat kami agak sedikit tanda kutip. Sebab, pertumbuhan ekonomi 2018 asumsinya tidak jauh beda dengan pertumbuhan ekonomi 2017. Namun, realisasinya tahun 2017 sampai sekarang belum mencapai Rp 1.100 triliun, dari Rp 1.200 triliun," ujar dia dalam dialog Hipmi-Kadin di Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Namun, dengan target perpajakan sebesar itu, lanjut Bahlil, justru membuat pengusaha ketakutan. Sebab, ‎dengan target yang tinggi ini, ada kemungkinan pengusaha dijadikan sasaran utama untuk menggenjot penerimaan pajak pada 2018.

"Dengan kajian di internal Hipmi, ada sebuah kekhawatiran. Bahwa jangan-jangan ketika negara mengharapkan Rp 1.600 sekian triliun, kemudian pengusahalah yang menjadi faktor penting dalam memberikan kontribusi tersebut," kata dia.

Oleh sebab itu, Bahlil berharap pemerintah memberikan penjelasan soal strategi untuk mencapai target penerimaan perpajakan tersebut. Dengan demikian, pengusaha tidak perlu khawatir akan menjadi sasaran pemerintah dalam menggenjot penerimaan perpajakan.

"Oleh karena aturan yang masih tumpang tindih masih banyak pertanyaan kucing-kucingan dan masih ada tabir yang belum dibuka. Harapan kami dalam forum ini tabir gelap itu menjadi terang menderang. Sehingga kita bisa merasakan manfaatnya," tandas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya