Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2017 mengalami defisit US$ 270 juta. Adapun secara kumulatif sepanjang Januari-Desember 2017, Indonesia mencetak surplus perdagangan US$ 11,84 miliar.
Kepala BPS, Suhariyanto, atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, nilai ekspor Indonesia pada Desember 2017 tercatat sebesar US$ 14,79 miliar atau turun 3,45 persen dibanding realisasi November 2017.
"Penyebabnya karena terjadi penurunan nilai ekspor nonmigas 5,41 persen menjadi US$ 13,28 miliar dibanding November 2017 yang sebesar US$ 14,04 miliar," ujar Kecuk saat Rilis Neraca Perdagangan Desember 2017 di kantornya, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Advertisement
Baca Juga
Adapun penurunan nilai ekspor barang-barang yang mengakibatkan ekspor nonmigas terseret ke bawah, antara lain lemak dan minyak hewan atau nabati US$ 119,5 juta, mesin dan peralatan listrik US$ 127,4 juta, mesin-mesin atau pesawat mekanik US$ 131,7 juta, kendaraan dan bagiannya US$ 165,7 juta, serta perhiasan atau permata US$ 205,2 juta.
Namun, ekspor migas mengalami kenaikan 17,96 persen dari US$ 1,28 miliar di November 2017 menjadi US$ 1,51 miliar pada Desember 2017.
Dibanding Desember 2016 yang sebesar US$ 13,83 miliar, nilai ekspor di Desember 2017 yang sebesar US$ 14,79 miliar ini naik 6,93 persen.
Realisasi nilai ekspor pada akhir tahun lalu lebih rendah dibanding realisasi impor yang sebesar US$ 15,06 miliar. Nilai impor ini turun tipis 0,29 persen dibanding realisasi bulan sebelumnya.
"Penurunan terjadi karena impor nonmigas khususnya bahan baku/penolong merosot 3,05 persen dari US$ 12,90 miliar di November 2017 menjadi US$ 12,51 miliar di Desember 2017," ia menerangkan.
Sementara itu, impor migas pada Desember lalu naik 15,89 persen dari US$ 2,20 miliar di November 2017 menjadi US$ 2,55 miliar di Desember 2017.
Dibanding realisasi Desember 2016 yang sebesar US$ 12,78 miliar, nilai impor di akhir 2017 ini naik signifikan sebesar 17,83 persen.
"Jadi neraca perdagangan di Desember 2017 defisit US$ 270 juta. Ini adalah defisit kedua di sepanjang tahun lalu karena defisit pertama terjadi di Juli 2017 sebesar US$ 270 juta " ujarnya.
Jika dirinci, Kecuk mengatakan, defisit US$ 270 juta di Desember 2017 berasal dari surplus nonmigas yang mencapai US$ 774,7 juta, sementara neraca dagang minyak dan gas (migas) masih defisit lebih besar sebesar US$ 1,04 miliar.
Secara Kumulatif
Secara kumulatif pada Januari-Desember 2017, surplus neraca perdagangan tercatat sebesar US$ 11,84 miliar. Dengan realisasi nilai ekspor US$ 168,7 miliar, naik 16,22 persen dibanding capaian periode sama 2016 sebesar US$ 145,2 miliar.
Nilai ekspor kumulatif lebih tinggi dibanding nilai impor US$ 156,89 miliar pada Januari-Desember 2017 atau naik 15,66 persen dibanding periode yang sama 2016 sebesar US$ 135,65 miliar.
Surplus US$ 11,84 miliar sepanjang tahun lalu ditopang dari surplus neraca perdagangan nonmigas sebesar US$ 20,41 miliar, sementara migas masih defisit US$ 8,57 miliar.
"Surplus neraca dagang di 2017 sebesar US$ 11,84 miliar paling tinggi sejak 2013. Pada 2013, terjadi defisit US$ 4,08 miliar, US$ 2,20 miliar di 2014, pada 2015 mengalami surplus sebesar US$ 7,67 juta, dan pada 2016 surplus US$ 9,53 juta," ujar Kecuk.
Dia berharap, surplus neraca perdagangan pada 2018 lebih besar lagi. "Tapi memang kita harus hati-hati dengan kenaikan harga minyak dunia karena pemangkasan produksi minyak oleh OPEC dan Rusia," tandasnya.
Advertisement