DPR Ingatkan Pemerintah soal Menipisnya Stok Garam Industri

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, pemerintah mesti berinovasi untuk genjot produksi garam.

oleh Nurmayanti diperbarui 11 Mar 2018, 10:30 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2018, 10:30 WIB
Ilustrasi Garam
Ilustrasi Garam (iStockphoto)​

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Bambang Soesatyo mewanti-wanti pemerintah agar memberi perhatian serius pada menipisnya stok garam untuk bahan baku industri di dalam negeri. Ia meminta pemerintah berinovasi untuk menggenjot produksi garam di dalam negeri sehingga tak bergantung pada impor.

Bambang mengatakan, menipisnya stok garam industri di dalam negeri terkait erat dengan meningkatnya permintaan dari industri makanan dan minuman. Oleh karena itu, dia menuturkan, harus ada solusi permanen dari pemerintah guna mengatasi ancaman kelangkaan garam industri.

"Pimpinan DPR meminta pemerintah segera melakukan pengembangan teknologi guna meningkatkan produksi garam di Indonesia dan memberi kemudahan bagi para petani garam dalam memproduksi garam. Jadi tidak selalu bergantung pada impor garam," ujar dia, seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (11/3/2018).

Ia mendorong Kementerian Pertanian agar mempermudah proses dan percepatan industri garam nasional dengan membuka area yang potensial demi menggenjot produksi.

"Mengingat hingga saat ini kebutuhan industri makanan dan minuman untuk garam industri mencapai 535 ribu ton," kata dia.

Selain itu, Bambang juga mengharapkan koordinasi antar-kementerian yang terkait langsung dengan persoalan garam bisa ditingkatkan. Antara lain Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

"Agar kementerian-kementerian terkait segera melakukan rapat bersama guna mencari solusi, baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap tipisnya stok garam sebagai bahan baku industri, mengingat beberapa industri makanan dan minuman terancam harus berhenti beroperasi," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Tuntaskan Kendala Ini agar Swasembada Garam

Petani Garam Jeneponto Batal Rasakan 'Bulan Madu'
Harga garam yang tinggi semanis bulan madu justru tak bisa dirasakan sama sekali oleh petani garam di Jeneponto. (Liputan6.com/Ahmad Yusran)

Sebelumnya, komoditas garam produksi Indonesia memiliki beragam masalah yang harus dituntaskan jika ingin mencapai swasembada. Selain produksi yang masih rendah, tingginya harga garam produksi dalam negeri membuat sulit bersaing dengan garam impor.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan, saat ini luas lahan tambak garam di Indonesia hanya sebesar 25.800 hektare (ha). Dari jumlah tersebut, petani dalam negeri hanya mampu memproduksi 2,6 juta ton garam per tahun.

"Sekarang lahan tambah garam ada 25.800 ha, yang existing, menghasilkan 2,6 juta ton per tahun," ujar dia di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis 22 Februari 2018.Sementara dari segi harga, lanjut dia, garam produksi dalam dibanderol lebih mahal ketimbang garam impor. Saat ini harga garam produksi petani lokal mencapai Rp 2.200 per kg, sedangkan jika harga garam impor hanya sekitar Rp 600 per kg.

‎"Harganya dulu Rp 1.100 per kg, sekarang Rp 2.200. Di kita, garam tidak jadi unggulan karena harga jauh lebih mahal dibanding negara yang garamnya jadi produk unggulan seperti Australia dan India. ‎Garam impor itu harganya US$ 45 per ton atau Rp 600 perak per kg, itu sudah kita makan, sudah harga di meja, dibandingkan harga Rp 2.200," kata dia.

Selain itu, produk garam nasional juga memiliki kualitas yang rendah. Hal ini yang membuat garam yang digunakan sebagai bahan baku industri harus diimpor dari negara lain.

"Garam produksi kita itu NaCL-nya 89, sedangkan industri butuhnya yang NaCL 97. Kalau dipaksakan pakai 89 mesin produksinya rontok. Sehingga produk lokal kalau kita harus dipaksa jadi NaCL 97, harus ada proses lanjutan, itu yang buat harganya jadi mahal," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya