Bus Feeder Jadi Solusi Transportasi Darat Efektif

Masyarakat Transportasi Indonesia menyatakan revitalisasi angkutan umum di Indonesia harus segera dilakukan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 15 Mar 2018, 10:45 WIB
Diterbitkan 15 Mar 2018, 10:45 WIB
Ini Penampakan Armada Minitrans Pengganti Metro Mini
Deretan armada bus Minitrans yang terparkir di kantor TransJakarta, Cawang, Jakarta, Selasa (17/10). Minitrans ini sebagai angkutan umum pengumpan atau feeder, sedangkan Metrotrans, merupakan versi besar dari Minitrans. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan infratruktur transportasi meningkat di Indonesia. Hal itu ditunjukan dengan ada panjang jalan termasuk jalan tol dan jalan rel yang meningkat, serta jumlah bandara, stasiun, pelabuhan dan terminal yang bertambah, baik kuantitas maupun kualitas.

Namun hanya satu pembangunan yang kian menurun di Indonesia, yakni angkutan umum berbasis jalan. Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menuturkan, revitalisasi angkutan umum di seluruh Indonesia harus segera dilakukan untuk memulihkan ke kondisi semula. Dia mengatakan, keberadaan angkutan umum seperti bus feeder adalah solusi yang bisa ditawarkan untuk masyarakat.

"Yang bisa jawab kebutuhan mobilitas masyarakat dari tempat tinggalnya adalah angkutan umum yang mendekati layanan tempat tinggal," ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (15/3/2018).

Dia menegaskan, keberhasilan angkutan umum ditandai dengan kualitas angkutan feeder atau angkutan pengumpan. Transportasi tersebut, diharapkannya, bisa menjangkau kawasan perumahan dan pemukiman warga.

"Mulailah pembangunan angkutan umum dengan mengelola bus (feeder) dengan baik," tambah dia.

Revitalisasi angkutan umum sebenarnya sudah tertuang dalam berbagai kebijakan, seperti dari UU LLAJ pasal 138, 139 dan 185. Demikan pula dalam RPJMN 2015-2019, serta Rencana Strategis Nasional Kementerian Perhububungan 2015-2019.

Djoko menyampaikan, pembenahan transportasi publik seperti angkutan pengumpan bisa dimulai dari sisi pelayanan, dengan harus ada evaluasi trayek (rerouting), konversi dan modernisasi armada, serta orientasi pada pelayanan, bukan pada pendapatan.

"Memang untuk mewujudkannya diperlukan political will, penentu kebijakan harus hadir untuk memberikan pelayanan transportasi umum yang efisien bagi masyarakat. Subsidi harus diberikan pada pengoperasian angkutan umum, bisa melalui APBN, APBD, atau swasta," ujar dia.

 

Transjakarta Siapkan Bus Feeder ke Stasiun Sudirman Baru

20160407-Transjakarta Operasikan Armada Bus di Stasiun Tebet-Jakarta
Bus pengumpan atau feeder bus Transjakarta sedang ngetem menunggu penumpang di seberang Stasiun Tebet , Jakarta, Kamis (7/4). Pengoperasian ini bagian dari antisipasi penumpukan penumpang saat perlintasan KRL Tebet ditutup. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Sebelumnya, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) berintegrasi dengan PT Railink, operator kereta bandara terkait penyediaan sarana bus feeder di Stasiun Sudirman Baru. Keberadaan bus feeder ini seiring beroperasinya kereta bandara Soekarno-Hatta (Soetta).

Transjakarta memfasilitasi angkutan umum tambahan berupa Bus Rapid Transit (BRT), yang beroperasi dari Stasiun Sudirman Baru menuju dua rute, yakni koridor 1 dan koridor 9.

Direktur Bidang Teknis dan Fasilitas PT Transjakarta Wijanarko mengatakan, koridor 1 akan memfasilitasi pemberangkatan dari stasiun Sudirman menuju Monas, lalu kembali lagi ke stasiun.

"Untuk koridor 2, bus kami akan menyediakan rute Stasiun Sudirman Baru ke arah Bundaran HI, melewati Tosari, Karet, Menteng, lalu masuk ke jalan Blora sebelum berhenti di stasiun lagi," ujar dia di Stasiun Sudirman Baru pada Rabu 27 Desember 2017.

Dia mengatakan, akan tersedia BRT sebanyak sekitar 10 sampai 15 bus tiap harinya di masing-masing rute.

Wijanarko juga menyampaikan, Transjakarta akan mulai mengoperasikan BRT sejak besok, Kamis 28 Desember. Secara tarif, bus feeder ini memakan biaya sama seperti bus Trans Jakarta, yaitu Rp 3.500.

"Estimasi awal, Transjakarta dapat menggaet lima ribu penumpang per harinya. Kita mematok angka tersebut karena percaya angkutan ini dapat mempermudah masyarakat yang hendak berpindah moda transportasi," tutur Wijanarko.

BRT sendiri adalah sebuah bus yang sudah memiliki standar internasional. Angkutan tersebut memiliki desain beratap rendah, dengan daya angkut maksimal sebesar 66 penumpang.

Selain itu, bagian tengah bus juga nantinya akan ditempatkan sebuah ruangan khusus yang diperuntukkan bagi orang berkebutuhan khusus (difabel). Namun, ruangan itu kini masih difungsikan sebagai tempat penyimpanan barang penumpang, semisal koper.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya