Pemerintah Diminta Terapkan Aturan Taksi Online Tanpa Pengecualian

Saat ini dinilai sudah terlalu banyak kendaraan pribadi dari daerah yang masuk ke kawasan Jakarta dan sekitarnya, sehingga semakin menambah kepadatan lalu lintas.

oleh Nurmayanti diperbarui 26 Mar 2018, 18:20 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2018, 18:20 WIB
Ilustrasi Foto Taksi Online (iStockphoto) ​
Ilustrasi Foto Taksi Online (iStockphoto) ​

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diminta menerapkan aturan terkait operasional angkutan online tanpa pengecualian. Salah satunya dengan segera mencabut surat nomor HK.202/I/9/DRJD/2018 mengenai implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 (PM 108) yang tidak disertai penegakan hukum terhadap operasional angkutan sewa khusus.

Hal ini disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio. "Saya mohon Dirjen (Perhubungan Darat, Budi Setiadi) mencabut surat tanggal 20 Februari 2018 soal implementasi PM 108 yang melarang untuk tidak diambil tindakan. Dan pemerintah harus segera menerapkan aturan terkait operasional angkutan sewa khusus atau online yang tertuang dalam PM 108, tanpa pengecualian," ujar dia di Jakarta, Senin (26/3/2018).

Selain itu, Agus menyebutkan bahwa sudah terlalu banyak kendaraan pribadi dari daerah yang masuk ke kawasan Jakarta dan sekitarnya, sehingga semakin menambah kepadatan lalu lintas.

Agus mengatakan, PM 108 harus segera ditegakkan dan jangan setengah-setengah. Hal ini agar ada acuan hukum di Indonesia, salah satunya terkait keberadaan taksi online.

Menyikapi faktor keselamatan yang akhir-akhir ini menjadi sorotan publik, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta aplikator Angkutan Sewa Khusus (ASK) bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan penumpang pengguna jasa ASK.

Hal ini diutarakan Menhub menyusul terjadinya kejadian pembunuhan yang menimpa penumpang angkutan sewa khusus Yun Siska Rochani pekan lalu (18/3).

Budi Karya menyebut, kejadian yang menimpa korban bernama lengkap Yun Siska Rohani (29) adalah tindakan sadis. Atas kejadian tersebut, dirinya meminta kepada seluruh stakeholder khususnya angkutan online dapat mengambil pelajaran dari kasus ini.

"Kita tahu ini satu kejadian yang menyakitkan yang mungkin harus menjadi suatu pelajaran stakeholder daripada online. Oleh karenanya, saya akan melakukan tindakan-tindakan selanjutnya," ucapnya. 

Budi Karya juga akan meminta aplikator taksi online untuk melakukan evaluasi dan perbaikan lagi. Terutama dalam perekrutan pengemudi baru. Kementerian Perhubungan juga akan melakukan pembinaan langsung terhadap aplikator.

"Tentu kami meminta kepada aplikator untuk melakukan upaya perbaikan dalam hal melakukan rekrutmen bagi pengemudi sekarang pun kita lakukan evaluasi. Kita tahu fungsi pengemudi tugasnya mulia jadi kemuliaan itu akan hilang kalau ada pembunuhan, pemalakan," tegasnya.

 

 

 

 

YLKI: Standar Keamanan Taksi Online Rendah

Ilustrasi Foto Taksi Online (iStockphoto) ​
Ilustrasi Foto Taksi Online (iStockphoto) ​

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, operator taksi online hingga kini belum banyak memerhatikan dasar-dasar pelayanan seperti standar keamanan dan keselamatan bagi konsumen.

Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan, para pemakai taksi online memiliki risiko keselamatan yang tinggi lantaran supir bisa mendapatkan data pribadi konsumennya dengan mudah, seperti nomor telepon hingga lokasi tempat tinggalnya.

"Saya berangkat dari kasus kemarin, ketika seorang wanita bernama Siska dibunuh oleh supir taksi online. Ini klimaks, bahwa taksi online tidak aman bagi penggunanya. Jadi kalau dulu masyarakat konsumen mengatakan naik taksi online lebih aman dan nyaman, itu sudah jadi mitos belaka," ucapnya di Jakarta, Kamis (22/3/2018).

Dia menuturkan, sistem taksi online tidak memiliki standar keamanan dan keselamatan yang baku.

Menurut dia, hal itu terbuktikan dengan tidak disediakannya akses keluhan penumpang yang cepat tanggap, sehingga menyulitkan konsumen menyampaikan aspirasinya.

Operator taksi online pun, Tulus menilai, tidak punya standar rekrutmen pengemudi yang baik. Dia mengatakan, itu dapat dilihat dari mentalitas para driver-nya yang buruk layaknya preman.

Demi menguatkan argumennya, ia turut memaparkan survei YLKI yang didapat dari sekitar 4.600 orang soal penilaian kinerja pengemudi taksi online. Hasil memaparkan, 41 persen responden mengaku pernah dikecewakan.

"Ada yang ngomong supirnya bau rokok lah, balsem, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Permenhub seharusnya mengatur lebih keras dan kuat lagi untuk bisa melindungi konsumen," pungkas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya