Liputan6.com, Batam - Kalangan pengusaha menolak rencana kebijakan pemerintah memberlakukan Batam menjadi status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dari kawasan pelabuhan perdagangan bebas free trade zone (FTZ).
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau, Cahya menilai pemberlakuan KEK di Batam mengalami kemunduran. "Industri tidak akan lagi mampu merekrut buruh,bahan pokok akan naik dan menimbulkan meningkatnya  inflasi," ujar Cahya seperti ditulis Rabu (16/5/2018).
Cahya menegaskan sudah menolak ada perubahan status tersebut. "Sikap kami jelas, status FTZ yang berlaku hingga 70 tahun akan tetap kami pertahankan hingga anak cucu kita," ujar dia.
Advertisement
Baca Juga
Menurut penasehat hukum Kamar Dagang Indonesia Kepri, Ampuan Situ Meang pemberlakuan status Batam sebagai Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (KPPB) atau Free Trade Zone (FTZ) selama 70 tahun itu berdasarkan Undang–Undang (UU). Hal itu berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2000 "Baru 12 tahun berjalan, 58 tahun lagi," kata Ampuan.
Sementara KEK hanya peraturan pemerintah. Oleh karena itu, untuk kekuatan hukum, pemerintah harus membuat Undang-Undang (UU) yang baru menggantikan status FTZ Batam. Apindo Kepri pun sudah menyampaikan masalah peralihan status KEK Batam dari FTZ kepada pemerintah pusat.
Sementara itu, Dewan Kehormatan Apindo Kepri Abidin Hasibuan menuturkan, ada status FTZ yang dimiliki Batam dan pemangkasan birokrasi yang terlalu berbelit bagi investor bisa kembali bangkitkan gairah ekonomi Batam.
Sekitar 19 asosiasi pengusaha di Batam pun menolak pemberlakukan KEK di Batam. Kelompok asosiasi itu membentuk tim FTZ Plus-Plus. Pembentukan tim tersebut untuk memperjuangkan KEK agar masih tetap berlaku dan menolak KEK. Kelompok tersebut juga akan meminta penambahan insentif FTZ.
Â
Menko Darmin: Pengembangan Batam Penting agar Investor Makin Berminat
Sebelumnya, Pemerintah dan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP PBPB Batam) membahas konsep masterplan Batam pada Selasa, 6 Maret 2018, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Pembahasan tersebut membicarakan proses transisi Batam dari Free Trade Zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Beberapa poin yang dibahas di sana meliputi model ekonomi Batam, kondisi infrastruktur dan tata ruang beserta rencana pengembangannya, hingga kebijakan yang dibutuhkan.
"Mari kita bicarakan bagaimana sebetulnya desain ekonomi untuk Batam saat ini dan ke depan. Ini penting agar makin banyak yang berminat dan bersemangat menanamkan investasi di Batam," ujar Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution saat membuka Rapat Koordinasi tentang BP PBPB Batam di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa 6 Maret 2018.
Pada kesempatan tersebut, turut hadir Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, Kepala BP PBPB Batam Lukita Dinarsyah Tuwo, dan perwakilan dari beberapa kementerian serta lembaga terkait.
Pembahasan menemui hasil berupa beberapa prinsip terkait transformasi FTZ Batam menjadi KEK Batam. KEK Batam bersifat zonasi (enclave), tidak melingkupi keseluruhan pulau. Selain itu, penetapan KEK di cluster sesuai kawasan industri yang ada.
Kemudian, pengusaha yang tidak masuk cluster KEK, juga diberikan opsi untuk pindah ke KEK atau diberikan fasilitas lain seperti di Kawasan Berikat, Gudang Berikat, Pusat Logistik Berikat (PLB), dan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
Menteri Keuangan Sri Mulyani berpesan, BP PBPB Batam dan Direktorat Jendeal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan beserta stakeholder terkait lainnya perlu terus berkoordinasi, terutama dalam membuat rencana kerja yang konkret.
Senada dengan hal tersebut, Menko Darmin juga menekankan perlunya skala prioritas dan cluster KEK Batam yang final. "Untuk cluster itu perlu segera difinalkan. Apa saja persisnya, bagaimana visi yang menyangkut kegiatan ke depannya, serta potensi industri, potensi pariwisata, dan potensi-potensi lain," tegas dia.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Advertisement