Liputan6.com, Bogor - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno memprediksi keuangan PT Pertamina (Persero) tahun ini tidak sebaik tahun lalu. Sebab keuangan Pertamina pada 2018 akan menurun karena program yang dijalankan perseroan lebih banyak untuk kepentingan rakyat, salah satunya tidak menaikkan harga BBM Premium.
"Yang paling bagus sebenarnya Pertamina di 2017. Tahun ini, mungkin menurun karena kita buat program supaya masyarakat tidak terbebani," ungkap Rini dalam acara pembekalan bagi 1.000 Agen Mekaar di Graha Widya Wisuda Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), Minggu (3/6/2018).
Advertisement
Baca Juga
Rini mengungkapkan, salah satu sebab turunnya kinerja keuangan Pertamina tahun ini adalah keputusan untuk tetap mempertahankan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium yang berdasarkan perhitungan Pertamina sudah tidak masuk dalam harga keekonomian. Harga BBM Premium tetap Rp 6.450 per liter agar tidak membebani masyarakat.
"Kita tidak naikkan Premium agar tidak membebankan masyarakat," tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur Pertamina, Gandhi Sriwidodo mengatakan sejauh ini perusahaan belum mengajukan rencana kenaikan harga BBM non-subsidi seperti Pertalite, Pertamax, dan lain-lain ke Kementerian ESDM.
Sebab, saat ini fokus perseroan masih bertumpu pada bagaimana melaksanakan instruksi pemerintah, yakni memperbanyak SPBU yang menjual Premium.
"Belum naikkan harga, kita fokus tugas mudik dulu," ungkapnya.
Selain itu, Pertamina tidak mau membebani pengeluaran masyarakat jelang Lebaran ini. "Tidak mau bebankan masyarakat dulu dengan Perta-series. Kita komitmen memenuhi kebutuhan dari pemudik untuk lancar. Juga ada kebutuhan yang lebih urgent," kata dia.
Â
Reporter : Dwi Aditya Putra
Sumber : Merdeka.com
Sri Mulyani Beri Sinyal Naikkan Harga BBM dan Elpiji Subsidi 3 Kg
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal pemerintah akan menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dan elpiji subsidi 3 kilogram (kg) pada 2019. Hal ini mengikuti kenaikan harga berbagai komoditas terutama harga minyak mentah dunia.
"Perlu kami sampaikan bahwa kenaikan harga minyak mentah dunia mendorong kenaikan ICP (harga minyak mentah Indonesia) yang secara langsung akan meningkatkan komponen biaya produksi BBM (Solar), dalam hal ini termasuk elpiji. Peningkatan biaya produksi ini tentu saja akan menyebabkan naiknya harga keekonomian," ujarnya di Gedung DPR-MPR, Jakarta, pada 31 Mei 2018.Â
"Tanpa adanya kebijakan penyesuaian harga, maka selisih antara harga keekonomian dan harga penetapan pemerintah akan semakin lebar dan pada akhirnya akan meningkatkan beban subsidi BBM khususnya elpiji tabung 3 Kg,"Â dia menambahkan.
Sri Mulyani melanjutkan, tantangan kenaikan harga minyak mentah dunia juga berpotensi menimbulkan dampak multiplier lainnya. Apabila kenaikan harga minyak mentah diikuti oleh kenaikan harga BBM, maka akan berpotensi meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.
"Namun di sisi lain, apabila tidak dilakukan kebijakan penyesuaian harga BBM dan listrik, akan memberikan tekanan terhadap fiskal maupun keuangan BUMN dan menciptakan distorsi ekonomi yang berdampak negatif bagi perekonomian jangka panjang," jelasnya.
Untuk itu, pemerintah akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang optimal tanpa mengorbankan kemampuan daya beli masyarakat dan tetap menjaga kesehatan keuangan BUMN, serta menjaga tata kelola dan transparansi BUMN. Hal ini perlu dilakukan agar peran BUMN sebagai penggerak perekonomian nasional dapat dijalankan secara optimal dengan tetap menjaga corporate governanceyang baik.
"Salah satu langkah yang dilakukan adalah mengembangkan berbagai alternatif innovative financing, seperti sekuritisasi aset, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA), Komodo Bond, kerja sama dengan investor strategis serta meningkatkan sinergi antar BUMN," tandasnya.
Â
Reporter : Anggun P. Situmorang
Sumber : Merdeka.com
Advertisement