Liputan6.com, Jakarta - Komisi VI DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian BUMN. Rapat tersebut membahas Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) tahun 2019.
Kedua menteri yaitu Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita hadir dan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto hadir langsung pada rapat tersebut. Kehadiran Menperin Airlangga sekaligus mewakili Menteri BUMN Rini Soemarno yang belum diterima kehadirannya di DPR.
Selain itu, rapat yang dimulai sekitar pukul 20.00 WIB tersebut juga dihadiri oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi Vi Dito Ganinduto.
Advertisement
Baca Juga
"Kita dapat laksanakan raker komisi VI DPR RI dengan Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Kepala BKPM, dan kepala BPKS Sabang pada hari ini dalam keadaan sehat walafiat," kata Dito membuka rapat, Senin (9/7/2018).
Dito membacakan daftar anggota yang hadir menurut laporan sekretarat komisi VI DPR RI, rapat kerja hari ini telah dihadiri dan ditandatangani oleh 9 fraksi dan 29 anggota dari 51 anggota komisi VI yang terdiri lebih dari separuh unsur fraksi.
"Dengan demikian kuorum telah dipenuhi, sebagainya ditentukan dalam pasal 251 ayat 1 peraturan DPR tentang tata terbit oleh karena itu dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, izinkanlah saya membuka rapat pada hari ini terbuka untuk umum," ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Ini Untung Rugi Pelemahan Rupiah buat Anggaran Negara
Sebelumnya, Pemerintah menyatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang tembus 14.000 bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Meski level ini sudah berada di atas asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang sebesar Rp 13.400 per dolar AS.
"Enggak (khawatir). Kalau dari sisi APBN kan sudah berkali-kali disampaikan yang namanya asumsi kurs buat APBN itu bersifat indikatif. Apa yang terjadi kalau kurs lebih lemah dari yang diasumsikan di APBN," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa8 Mei 2018.
Dia mengungkapkan, pelemahan rupiah ini tidak selalu memberikan dampak negatif. Sebab, kondisi rupiah seperti ini memberikan tambahan penerimaan bagi negara, misalnya melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertambangan serta royalti di sektor tersebut.
"Yang terjadi adalah kita akan memiliki penerimaan. Dari penerimaan yang kita dapatkan itu lebih tinggi dari pengeluarannya gara-gara kurs. Apa pengeluaran yang terkait kurs? Pengeluaran terkait kurs itu subsidi. Karena subsidi itu kita beli dari luar negeri minyaknya. Kemudian pembayaran bunga, cicilan pokok, maupun utang bunga. Tetapi kalau kita net antara pengeluaran dan penerimaan, maka efeknya masih lebih tinggi penerimaannya," jelas Suahasil.
Namun lanjut Suahasil, pelemahan rupiah ini pasti akan berdampak pada variabel dalam ekonomi makro, yang juga dirasakan langsung oleh masyarakat. Hal ini yang perlu diwaspadai oleh pemerintah.
"Jadi kalau dari sisi pengelolaan APBN, tidak ada hal yang mengkhawatirkan. Tetapi kita tetap perlu mengamati dan memastikan situasinya, kan bukan hanya APBN tapi perekonomian secara keseluruhan. Bagaimana dampaknya ke variabel ekonomi makro yang lain, misalnya inflasi bagaimana, kondisi masyarakat jadi seperti apa, kondisi BUMN seperti apa, itu terus jadi perhatian kita," kata dia.
Meski demikian, Suahasil memastikan pemerintah akan terus memantau pergerakan nilai tukar rupiahhingga nantinya diperlukan langkah-langkah lanjutan untuk bisa mengendalikan hal ini.
"Tapi yang namanya pergerakan kurs juga bergerak sepanjang hari. Jadi kita perhatikan terus," tandas Suahasil.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement