Bea Masuk RI ke Amerika Terancam Dicabut, Darmin Kumpulkan Para Menteri

Indonesia berpotensi kehilangan nilai ekspor sebesar USD 1,8 miliar apabila perlakuan GSP terhadap 124 produk Indonesia ke Amerika Serikat dicabut.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jul 2018, 11:15 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2018, 11:15 WIB
Menko Darmin Nasution
Menko Perekonomian Darmin Nasution. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengundang sejumlah menteri untuk membahas antisipasi evaluasi Amerika Serikat terhadap fasilitas generalized system of preferences (GSP) Indonesia. GSP adalah negara yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk impor dari negara maju.

Rapat koordinasi ini dihadiri Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

"Ya kita sedang menyiapkan ya, tentu saja GSP itu fasilitas yang diberikan AS ke sejumlah negara termasuk Indonesia. Fasilitasnya itu kita bisa mengekspor barang kesana dengan bea masuk rendah," ujar Menko Darmin di Kantornya, Jakarta, Rabu (11/7).

Menko Darmin mengatakan, Amerika Serikat menganggap Indonesia sebagai salah satu negara yang menyebabkan neraca perdagangan negara tersebut defisit. Selain Indonesia, dalam daftar Amerika Serikat ada juga Brazil dan Kazakhstan.

"Sekarang AS menganggap Indonesia itu masuk sebagai negara yang membuat dia defisit besar. Kita nomor 16 apa. Dia mau review, ada Brazil, Kazakhstan. Ini fasilitas dia. Kita lakukan meyakinkan dia. Tapi tentu saja yang putuskan dia. Kita tentu jadi lebih mahal barang-barangnya," jelasnya.

Pemerintah hingga kini telah berkomunikasi dengan pemerintah Amerika Serikat. Rencananya pemerintah juga akan mengirim tim negosiasi pada Akhir Juli mendatang.

"Sudah ada komunikasi. Pagi ini kita mau rapat untuk siapkan bahan-bahan Menteri Perdagangan bertemu dengan Menteri Perdagangan sana. Enggak lama juga paling akhir bulan ini," tandasnya.

Sebelumnya, Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia berpotensi kehilangan nilai ekspor sebesar USD 1,8 miliar apabila perlakuan GSP terhadap 124 produk Indonesia ke Amerika Serikat dicabut. Generalized Sisytem of Preference (GSP) yaitu negara yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk dari negara maju untuk produk-produk ekspor negara berkembang dan miskin.

"Dan pembaruan fasilitas GSP kalau saya tidak salah sekutar USD 1,8 miliar dari total ekspor kita ke AS. Sekarang sekitar USD 19 miliar ya. Sekitar 10 persen dari ekspor kita itu mendapat fasilitas GSP biaya yang lebih rendah," ujar Mari saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (10/7).

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

RI Lobi AS untuk Tetap Dapat Fasilitas Impor

Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indonesia perlahan mulai terseret ke dalam arus perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ini setelah Negeri Paman Sam memutuskan untuk mengevaluasi 124 produk Tanah Air yang menjadi komoditas ekspor andalan Indonesia.

Menyikapi situasi tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus berupaya untuk bernegosiasi dengan AS, agar Indonesia tetap berstatus sebagai negara yang diberikan manfaat pemotongan bea masuk impor melalui program Generalized System of Preference (GSP).

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, selain akan mengirimkan tim negosiator yang berangkat ke AS pada akhir Juli, pihaknya pun sudah menyampaikan surat yang menekankan bahwa Indonesia masih berhak untuk mendapat fasilitas laiknya negara GSP.

"Secara surat menyurat sudah kita sampaikan, dan tanggal 17 (Juli) kita submit lagi. Yang pertama harus kita submit lagi itu bahwa kita masih dinyatakan sebagai negara yang eligible untuk GSP," ujar dia di Jakarta, seperti dikutip Selasa (10/7/2018).

Namun begitu, ia menambahkan, isi surat tersebut belum menyinggung terkait 124 produk Tanah Air yang kini tengah dikaji Pemerintah AS untuk memastikan apakah Indonesia masih pantas menerima manfaat dari fasilitas GSP.

Terkait penetapan suatu negara berkembang masih laik memperoleh status GSP, Oke menjelaskan, negara maju rutin mengkaji hal itu setiap tahunnya.

"Itu ada kriteria yang harus disampaikan, bahwa Indonesia itu masih eligible untuk menerima GSP. Setelah itu baru kita berunding, yang mana saja. Karena kan ada batasannya, kriteria," terang dia.

Adapun kriteria tersebut, ia melanjutkan, terbilang banyak dan variatif pada tiap-tiap negara maju yang membuka diri untuk mau memberikan bantuan dan fasilitas GSP kepada negara berkembang.

"Tetapi kita menyampaikan bahwa dari kriteria tersebut kita masih eligible. Kita yang harus datang ke sana (AS) untuk menyampaikan," Oke menukaskan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya