Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar rapat tertutup dengan sejumlah menteri untuk membahas rencana evaluasi Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas keringanan bea masuk atau generalized system of preferences (GSP) terhadap produk ekspor Indonesia.
Untuk diketahui, akan ada 124 produk yang akan dievaluasi oleh AS. Menko Darmin mengatakan, ada beberapa penyebab AS mengevaluasi perdagangan dengan Indonesia. Salah satunya gerbang pembayaran nasional (GPN) atau National Payment Gateaway (NPG).
"Dia punya daftar permintaan, ini kita (AS) kok dihambat di Indonesia. Ada mengenai asuransi, national payment gateaway, ada mengenai data processing center, intellectual property right, pertanian. Tadi kita itu membahas tiga yang pertama tadi itu, untuk merumuskan kita tawarannya apa," ujar Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat (13/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Darmin menjelaskan, GSP merupakan fasilitas perdagangan yang diberikan oleh AS kepada Indonesia sejak 40 tahun lalu. Oleh karena itu, pemerintah akan melakukan segala macam cara dan upaya agar perlakuan ini tetap dapat melekat pada ekspor Indonesia ke AS.
"Iya, pemerintah tentu berkepentingan mempertahankan fasilitas itu. Karena itu menyangkut banyak sekali barang. Sehingga kalau kita mengekspor ke sana biaya masuknya nol yang masuk daftar itu," ujar dia.
"Kamu tidak usah tanya saya khawatir atau tidak, pemerintah khawatir atau tidak, pokoknya kita mau berusaha sekuat tenaga supaya itu bisa tetap," sambungnya.
Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut belum dapat menjelaskan terkait penawaran yang telah disiapkan oleh pemerintah pada pertemuan dengan AS pada akhir Juli mendatang. Dia mengatakan, skema penawaran masih bersifat rahasia.
"Kita sudah punya kesimpulan tapi kita enggak bisa ngomongin karena kalau di sana nanti dibilang enggak mau, repot lagi kita. Lebih baik kita jangan cerita-ceritakan dulu," ujar dia.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia Perrry Warjiyo, Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita serta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
RI Berpeluang Kehilangan USD 1,8 Miliar Imbas Perang Dagang
Sebelumnya, Mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia berpotensi kehilangan nilai ekspor sebesar USD 1,8 miliar apabila perlakuan Generalized System of Preference (GSP) terhadap 124 produk Indonesia ke Amerika Serikat dicabut.
Generalized Sisytem of Preference (GSP) yaitu negara yang mendapat fasilitas keringanan bea masuk dari negara maju untuk produk-produk ekspor negara berkembang dan miskin.
"Dan pembaruan fasilitas GSP kalau saya tidak salah sekitar USD 1,8 miliar dari total ekspor kita ke AS. Sekarang sekitar USD 19 miliar. Sekitar 10 persen dari ekspor kita itu mendapat fasilitas GSP biaya yang lebih rendah," ujar Mari saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.
Mari mengatakan, perpanjangan GSP memang tengah dibahas kembali dengan Amerika Serikat (AS). Mengingat, pertengahan tahun lalu negara Paman Sam tersebut telah menyatakan Indonesia mengalami suplus neraca perdagangan barang terhadap AS.
"Ini dalam proses review diperpanjang. Ini sebetulnya kita membahas dengan AS terlepas dari masalah defisit yang pernah diangkat pada awal tahun sekitar Maret ya. Ini sedang dibahas oleh kedua negara. Kalau kita ingin diperpanjang apa saja yang akan kita lakukan ya," ujar dia.
Mari melanjutkan, saat negosiasi perpanjangan GSP Amerika Serikat bakal mengajukan berbagai syarat yang harus dilengkapi Indonesia.
Pertama, peraturan yang tidak konsisten mengenai perdagangan harus dicabut atau diperbaharui. Kemudian, isu kedua adalah ketegasan mengenai pengakuan dan penerapan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual).
"Biasanya Amerika Serikat itu, saat kita akan meminta tolong diperpanjang, tolong supaya produk kita seperti agriculture itu bisa meningkatkan ekspor. Dan biasanya mereka minta, peraturan Anda yang tidak konsiten, tidak sesuai dengan aturan yang menurut mereka tidak lengkap. Mohon diubah," kata dia.
"Mereka (AS) juga selalu dengan tegas menyinggung isu HAKI. Sama seperti kepada China, dia juga selalu menyinggung soal HAKI. HAKI itu kita sudah punya undang-undangnya. Selalu enforcement (pelaksanaan). Dia menuntut, bagaimana Anda memperkuat enforcement HAKI," tambah dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement