Surplus Neraca Perdagangan Tahan Pelemahan Rupiah

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.380 per dolar AS hingga 14.393 per dolar AS.

oleh Arthur Gideon diperbarui 17 Jul 2018, 11:51 WIB
Diterbitkan 17 Jul 2018, 11:51 WIB
Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak stabil pada perdagangan hari ini.

Mengutip Bloomberg, Selasa (17/7/2018), rupiah dibuka di angka 14.390 per dolar AS, tak berbeda jauh jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.394 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.380 per dolar AS hingga 14.393 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 6,10 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.391 per dolar AS, tak berbeda jauh juga jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.396 per dolar AS.

"Efek surplus dagang memberikan katalis positif bagi rupiah," kata Analis Binaartha Sekuritas M Nafan Aji dikutip dari Antara.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Juni surplus 1,7 miliar dolar AS.

Selain itu, menurut Nafan, data penjualan ritel di Amerika Serikat yang menurun juga ikut mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Itu memberikan efek bagi depresiasi dolar terhadap berbagai intrumen forex lainnnya, termasuk rupiah," kata Nafan.

Pada penutupan perdagangan kemarin, rupiah masih melanjutkan pelemahan.

Rilis laporan The Federal Reserve Amerika Serikat yang menunjukkan optimisme pada pertumbuhan ekonomi AS memperkuat ekspektasi kenaikan suku bunga acuan dan menjadi sentimen negatif bagi rupiah, yang juga terdampak sentimen negatif dari data produk domestik bruto China yang menurun pada kuartal kedua.

Bos OJK Sebut Rupiah Memasuki Era Baru

Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar Amerika di salah satu gerai penukaran mata uang di Jakarta, Jumat (18/5). Pagi ini, nilai tukar rupiah melemah hingga sempat menyentuh ke Rp 14.130 per dolar Amerika Serikat (AS). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan nilai mata uang negara berkembang dibandingkan dolar Amerika Serikat (AS) tengah menunjukkan tren depresiasi, salah satunya rupiah. Ini tidak terlepas dari terus membaiknya ekonomi AS.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan, dengan berbagai hal yang terjadi di dunia, khususnya di AS, menjadikan rupiah telah memasuki di titik keseimbangan yang baru (new normal). Saat ini rupiah bertengger di atas level 14.000 per dolar AS.

"Untuk merespons kejadian ini, selain managing volatility, tapi ada yang lebih fundamental yaitu bagaimana memberikan ruang kepada sektor rill agar dampak dari new normality tidak terlalu berat bagi sektor rill," kata Wimboh, Rabu (11/7/2018).

Sebagai senjata pertama untuk stabilitas rupiah, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuannya langsung 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada Juni kemarin.

Memang dengan kenaikan suku bunga acuan ini secara cepat atau lambat akan menjadikan bunga simpanan dan kredit di perbankan juga turut naik. Namun demikian, sebagai salah satu otoritas di industri keuangan, Wimboh meminta kepada perbankan untuk bisa meminimalisir dampaknya agar kenaikan tersebut tidak langsung dirasakan nasabah.

Caranya dengan menciptakan efisiensi bisnis dan manajemen. Salah satunya dengan memaksimalkan teknologi dan integrasi.

"Caranya cobalah menggunakan teknologi supaya cost-nya tidak terlalu besar, lebih efisiensi, supaya tidak semua kenaikan suku bunga ini berakibat pada kenaikan suku bunga kredit," terangnya.

Sebagai kompensasi dari kenaikan suku bunga, lanjut Wimboh, Bank Indonesia dan OJK memberikan ruang gerak di sektor perumahan melalui pelonggaran kebijakan Loan To Value ( LTV) dengan membebaskan uang muka pada pembelian pertama.

Tak hanya membantu orang yang belum memiliki rumah, pertumbuhan sektor perumahan ini  juga sangat penting karena bisa menggerakkan sektor lain seperti membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

"Artinya ini pemerintah akan menerima benefit karena pendapatan pajak juga naik. Rumah itu butuh semen, kan membutuhkan banyak tenaga kerja lebih banyak," tutur dia.

 
 
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya