Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan pemerintah berencana membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) khusus kopi.
Lembaga ini dibutuhkan untuk mendorong peningkatan produksi kopi di Indonesia.
"Kita memang berusaha untuk ada semacam BPDP di kelapa sawit, tapi ya karena kopi itu harganya cukup baik. Kalau karet itu susah dibuat lembaga seperti itu karena harganya rendah," ujar Darmin di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (8/8/2018).
Advertisement
Darmin mengatakan, rencana pembentukan BPDP Kopi ini masih dikonsultasikan dengan semua pihak. Sebab, hal ini merupakan suatu gagasan yang telah lama direncanakan, tapi belum terealisasi.
Baca Juga
"Iya, itu yang sedang kita pikirkan. Ini begini, harus diajak ngobrol dulu para pihak-pihaknya. Jangan nanti main bikin dia bilang aku enggak setuju kacau. Jadi, harus di-sounding ke sana ke mari," ujar Darmin.
Adapun tugas BPDP Kopi ini adalah memastikan masyarakat memperoleh informasi mengenai penanaman kopi mulai dari pemilihan bibit, pemilihan lahan, cara bertanam atau budidaya yang baik dan benar serta pemanenan dan pengolahan yang tepat.
"Ini mungkin tidak perlu disubsidi kayak gitu karena lebih banyak pada bagaimana mendorong research di bidang itu. Bagaimana mendorong supaya budi daya kopi yang benar itu diketahui petani. Kemudian bagaimana memproses pascapanennya, mengeringkannya, bagaimana untuk me-roasting-nya," kata Darmin.
Selain membentuk BPDP Kopi, strategi lain memajukan produksi kopi adalah mendorong Riset Perkebunan Negara (RPN) melakukan pemurnian bibit kopi. Beberapa di antaranya Robusta dan Arabica.
"Bibit itu bukan sekedar produktivitasnya tinggi. Dia harus murni, Arabikanya harus Arabika yang benar. Robustanya harus Robusta yang benar. Itu memerlukan riset. Petani enggak bisa itu," tutur dia.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Produksi Stagnan, RI Bakal Jadi Importir Kopi pada 2020
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution memprediksi Indonesia akan mengimpor kopi sekitar dua hingga tiga tahun mendatang. Hal tersebut karena konsumsi kopi Indonesia terus meningkat, sementara kemampuan untuk memproduksi kopi stagnan.
"Konsumsi kopi nasional itu pertumbuhannya pesat sekali. Kita mencatat 5 tahun terakhir rata 8,8 persen per tahun, itu berarti 2 kali lipat dari peningkatan pendapatan per kapita. Jadi kalau pendapatan per kapita naik 1 persen, dia konsumsi kopi naik 2 persen," ujarnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 8 Agustus 2018.
"Sementara itu, pertumbuhan kopi justru stagnan, bahkan sedikit negatif kira-kira 0,3 persen per tahun dalam periode yang sama. Sehingga apabila kita tidak antisipasi, ini tidak tertutup kemungkinan 2 sampai 3 tahun mendatang kita jadi importir kopi," katanya.
Sampai dengan tahun ini, tidak kurang dari 21 jenis kopi telah memperoleh sertifikasi Indikasi Geografis sebagai produk berkualitas dan spesifik (coffe specialty). Dengan data itu, Indonesia merupakan negara dengan jumlah keragaman kopi specialti terbanyak di dunia.
Areal kebun kopi di Indonesia mencapai 1,25 juta hektare, yang terdiri dari kopi Robusta (0,91 juta ha atau 73 persen) dan Arabika (0,34 juta ha atau 27 persen). Baik kopi Robusta maupun Arabika, sebagian besar dikelola petani (96 persen untuk Robusta dan 96,5 persen untuk Arabika).
"Dominannya kebun kopi yang dikelola petani merupakan pintu masuk untuk menjalankan pembangunan ekonomi menuju pertumbuhan dan pemerataan serta untuk penanggulangan kemiskinan," jelas Menko Darmin.
Menko Darmin menambahkan, luasan kebun kopi yang dikelola setiap keluarga petani umumnya relatif sempit. Rata-rata lahan yang dikelola sekitar 0,71 hektare per keluarga untuk Robusta dan 0,58 hektare per keluarga untuk Arabika.
"Padahal idealnya, luas minimal kebun kopi yang dikelola setiap keluarga petani adalah seluas 2,69 hektare per keluarga untuk kopi robusta dan 1,44 hektare per keluarga untuk kopi arabika," tandasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement