Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat internasional S&P Global Ratings menilai likuiditas dan arus kas akan tetap menjadi faktor pemeringkat utang PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR).
Hal ini seiring dampak kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi menimbulkan pertanyaan mengenai tata kelola internal perusahaan.
S&P percaya Lippo memiliki penyangga likuiditas yang tipis. S&P menilai dampak kasus dugaan suap terhadap kemajuan dan arus kas proyek pengembangan properti terbesar perusahaan yaitu Meikarta dapat beri tekanan lebih lanjut bagi likuiditasnya.
Advertisement
Baca Juga
Perkembangan terakhir dapat pengaruhi konstruksi Meikarta dan kepercayaan pelanggan, pengaruhi penjualan properti dan penerimaan kas.
"Lippo mungkin perlu menyuntik modal jika proyek tidak mampu didanai sendiri secara mandiri dan membutuhkan lebih banyak modal," seperti dikutip dari laporan S&P, Kamis (18/10/2018).
S&P menilai, penjualan aset Lippo pada 2018 akan beri keringanan likuiditas sementara untuk perusahaan. Namun, S&P yakin perusahaan akan terus hadapi tekanan likuiditas karena penjualan aset hanya cukup untuk penuhi kebutuhan pembayaran utang selama satu tahun ke depan. "Lippo perlu mengumpulkan dana tambahan untuk memenuhi kebutuhan masa depannya," tulis S&P.
Sebelumnya KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Selain Bupati Neneng, KPK juga menjerat delapan orang lainnya dalam kasus ini dan pihak swasta. Yaitu Billy Sindoro, direktur operasional Lippo Group, Taryudi, Fitra Djajaja Purnama selaku konsultan grup Lippo dan Henry Jasmen pegawai grup Lippo.
Â
Usai Menguat, Harga Saham Lippo Cikarang dan Lippo Karawaci Melemah
Sejumlah saham grup Lippo pun tertekan. Berdasarkan data RTI, Kamis pekan ini, saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melemah 2,78 persen ke posisi Rp 280 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 647 kali dengan nilai transaksi Rp 8,8 miliar.
Selain itu, saham PT Lippo Cikarang Tbk tergelincir 1,5 persen ke posisi Rp 8.050 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 253 kali dengan nilai transaksi Rp 2,2 miliar.
Padahal pada perdagangan saham Rabu 17 Oktober 2018, saham LPCK naik 10,83 persen ke posisi Rp 1.330 per saham dengan nilai transaksi Rp 3,5 miliar.
Saham LPKR menanjak 5,11 persen ke posisi Rp 288 per saham dengan nilai transaksi Rp 22 miliar. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 1.080 kali.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Advertisement