Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi atau Indeks Harga Konsumen (IHK) pada tahun ini mencapai 3,2 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Prediksi ini turun 3 persen dari target 3,5 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, BI dan pemerintah cukup berhasil menjaga inflasi dalam rentang yang terjaga pada minggu kedua bulan November ini. Koordinasi akan terus dilakukan guna menjaga inflasi agar tetap stabil.
Advertisement
Baca Juga
"Survei pemantauan harga sampai minggu kedua bulan November ini, inflasi bulanan kami perkirakan sebesar 0,17 persen. Kalau year-to-date (ytd) 2,4 persen, year-on-year (yoy) 3,13 persen. Semua barang terkendali, baik pangan, administristed price, dan inflasi inti," ujarnya di Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Ia memperkirakan inflasi akhir tahun akan mencapai 3,2 persen. "Cukup terkendali, perkiraan kami inflasi akhir tahun akan berada di sekitar 3,2 persen. Ini suatu capaian yang bagus dan hasil koordinasi BI dan pemerintah," jelas dia.
Perry pun menegaskan, BI dan pemerintah akan terus memantau perkembangan harga memastikan harga barang kebutuhan pokok tetap terkendali sampai akhir tahun.
"Sama-sama kami kelola kecukupan barang dan keseimbangan antara permintaan dan penawaran," terangnya.
Â
Indef: Inflasi Terkendali Harusnya Diikuti Pertumbuhan Ekonomi
Pemerintah Jokowi-JK berupaya menjaga inflasi pada rentang 3,5 persen hingga akhir tahun 2018. Ini dilakukan dengan tujuan agar masyarakat tetap memiliki daya beli sehingga terjadi pertumbuhan.
Berdasarkan catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi pada Oktober 2018 sebesar 0,28 persen. Untuk inflasi tahun kalender yaitu Januari-Oktober 2018 mencapai 2,22 persen, sedangkan inflasi tahun kalender sebesar 3,16 persen.
Dengan demikian pemerintah optimistis inflasi akan terjaga di bawah 3,5 persen. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto menilai, inflasi yang rendah tersebut bukan karena keberhasilan pemerintah lewat serangkaian kebijakan. Akan tetapi karena tren global yang memang sedang menurun.
"Artinya, memang dalam hal ini daya beli yang memang cenderung lebih rendah baik secara domestik maupun secara global," kata Eko dalam sebuah diskusi yang digelar di Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Baca Juga
Eko mengatakan, kondisi tersebut diperkuat dengan inflasi yang dialami oleh sejumlah negara lain juga rendah. Misalnya saja pada China, inflasinya jauh lebih rendah di bawah Indonesia yakni di level 2,3 persen.
"Kalau mau diklaim berhasil mengendalikan inflasi, harusnya diikuti dengan pertumbuhan yang cukup tinggi. Tapi nyatanya, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tidak terjadi, yang terjadi justru stagnasi pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2018 yang dilaporkan BPS sebesar 5,17 persen. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan periode sama tahun lalu hanya 5,06 persen.
Namun, meski lebih tinggi jika dibandingkan periode sama 2017, angka ini lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 yang saat itu di level 5,27 persen.
Â
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement