Pembangkit Listrik Serap 72,64 Juta Ton Batu Bara sampai Oktober

Perusahaan produsen batu bara harus mengalokasikan 25 persen batu bara dari total produksi, untuk sektor kelistrikan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 22 Nov 2018, 09:44 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2018, 09:44 WIB
20151005-Pekerja-Batu-Bara
Pekerja Batu Bara (iStock)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, penyerapan batu bara sektor kelistrikan sampai Oktober 2018 mencapai 72,64 juta ton. Batu bara tersebut digunakan untuk menghasilkan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, perusahaan produsen batu bara harus mengalokasikan 25 persen batu bara dari total produksi, untuk sektor kelistrikan.

Sampai Oktober 2018 sektor kelistrikan telah menyerap batu bara sebanya 72,64 juta ton. "DMO (Domestic Market Obligation) listrik, 72,64 juta ton," kata Agung, di Jakarta, Kamis (22/11/2018).

Selain sektor kelistrikan, penyerap batu bara dalam negeri diantaranya industri pupuk, kramik dan briket dengan konsumsi 18,07 juta ton. Sehingga penyerapan batu bara‎ dalam negeri sampai Oktober 2018 mencapi 90,71 juta ton.

"DMO total 90,71 juta ton, untuk kelistrikan 72,64 juta, industri lain 18,07 juta ton‎," papar Agung.

Kementerian ESDM mencatat produksi batu bara Indonesia sampai September 2018 me‎ncapai 319 juta ton. Sedangkan kuota produksi tahun ini mencapai 585 juta ton.

Pada tahun ini, pemerintah telah membuka penambahan kuota produksi batu bara sebesar 100 juta ton‎, dari kuota produksi pada tahun ini yang ditetapkan 485 juta ton sehingga menjadi 585 juta ton.

Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan, penambahan kuota produksi batu bara menjadi 100 juta ton pada tahun ini, dapat meningkatkan ekspor.

‎Menurut Jonan, jika harga batubara USD 60 per ton, dikalikan kuota produksi batu bara 100 juta ton maka menghasilkan pendapatan USD 60 miliar. Maka pendapatan tersebut dapat menutupi defisit neraca perdagang.

"Kalau itu terealisasi nilai expor 60 dollar kali 100 juta itu 6 miliar, itu bisa nutupi malah lebih," tandasnya.

Realisasi PNBP Sektor Minerba Capai Rp 41,77 Triliun per 16 November

Tambang batu bara
Aktivitas di tambang batu bara di Lubuk Unen, Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) mencatat Penerimaan Negara Negara Bukan Pajak (PNBP) subsektor mineral dan batu bara (minerba) per 16 November 2018 mencapai Rp 41,77 triliun.

Angka ini melampaui target dari yang ditetapkan sebesar Rp 32,1 triliun. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono memaparkan, komposisi penerimaan minerba 2018 tersebut berasal dari royalti, penjualan hasil tambang serta iuran tetap.

Besarannya untuk royalti mencapai sekitar Rp 24,5 triliun, penjualan hasil tambang sekitar Rp 16 triliun serta iuran tetap sekitar Rp 0,5 triliun. 

"Dengan realisasi tersebut kira-kira sampai akhir tahun, dari minerba diproyeksikan PNBP kurang lebih sebesar Rp 43 triliun," kata Bambang dalam acara sosialisasi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang PNBP di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Bambang menambahkan, dalam beberapa tahun terakhir, komposisi PNBP minerba terus meningkat. Pada 2015, PNBP Minerba sebesar Rp 29,6 triliun, tahun berikutnya sebesar Rp 27,2 triliun, dan pada 2017 mencapai Rp 40,6 triliun.

"Intinya penerimaan negara pasti lebih baik. Pendapatan terbesar di minerba itu batubara. Batu bara selain royalti ada pendapatan hasil tambang besarnya 13,5 persen dari komposisi penerimaan minerba," ujar dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya