Harga Minyak Anjlok 8 Persen Sambut Akhir Pekan

Harga minyak merosot hingga hampir delapan persen ke level terendah lebih dari setahun. Ini membawa kerugian mingguan dalam tujuh sesi berturut-turut.

oleh Agustina Melani diperbarui 24 Nov 2018, 05:38 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2018, 05:38 WIB
20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak merosot hingga hampir delapan persen ke level terendah lebih dari setahun. Ini membawa kerugian mingguan dalam tujuh sesi berturut-turut.

Tekanan harga minyak itu didorong usai kekhawatiran melimpahnya pasokan ketika produsen utama mempertimbangkan pemangkasan produksi.

Pasokan minyak yang dipimpin produsen AS tumbuh lebih cepat dari pada permintaan. Untuk mencegah penumpukan bahan bakar yang tidak digunakan seperti pada 2015, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan mulai memangkas produksi usai pertemuan pada 6 Desember 2018.

Akan tetapi, hal ini telah berperan menopang harga lantaran turun lebih dari 20 persen sepanjang November 2018. Harga alami penurunan bulanan terbesar sejak akhir 2014. Adapun perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China pun membebani pasar.

"Pasar sedang menetapkan harga seiring perlambatan ekonomi. Mereka mengantisipasi pembicaraan perdagangan China tidak akan berjalan baik,” ujar Analis Price Futures Group, Phill Flynn, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (24/11/2018).

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu pada KTT G20 di Buenos Aires, Argentina. "Pasar tidak percaya OPEC akan mampu bertindak cukup cepat untuk mengimbangi perlambatan permintaan yang datang,” ujar dia.

Adapun harga minyak mentah berjangka Brent turun USD 3,8 per barel atau 6,1 persen ke posisi USD 58,80. Selama sesi itu, harga tersebut turun menjadi USD 58,41 yang merupakan terendah sejak Oktober 2017.

Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) susut USD 4,21 atau 7,7 persen ke posisi USD 50,42 yang merupakan terlemah sejak Oktober 2017.

Selama sepekan, harga minyak Brent susut 11,3 persen dan WTI membukukan penurunan 10,8 persen yang merupakan penurunan terbesar dalam satu minggu sejak Januari 2016.

 

Produksi Minyak Meningkat

20151007-Ilustrasi Tambang Minyak
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Adapun kekhawatiran pasar atas melemahnya permintaan meningkat setelah China melaporkan ekspor bensin terendah dalam setahun. Ini terjadi di tengah melimpahnya pasokan di Asia dan global.

Timbunan bensin telah melonjak di seluruh Asia dengan persediaan di Singapura naik ke posisi tertinggi dalam tiga bulan. Sementara stok di Jepang juga naik pada pekan lalu. Pasokan di AS naik 7 persen dari tahun lalu.

Produksi minyak mentah juga meningkat pada 2018. Badan Energi Internasional mengharapkan produksi non-OPEC naik 2,3 juta barel per hari pada 2018. Sementara permintaan tahun depan diperkirakan tumbuh 1,3 juta barel per hari.

Menyesuaikan permintaan yang lebih rendah, eksportir minyak mentah Arab Saudi menuturkan dapat mengurangi pasokan karena dorong OPEC untuk setuju pemangkasan produksi 1,4 juta barel per hari.

Namun, Trump menyatakan tak ingin harga minyak naik. Banyak analis berpikir Arab Saudi di bawah tekanan AS untuk menolak panggilan dari anggota OPEC lain untuk produksi minyak mentah lebih rendah.

Jika OPEC memutuskan memangkas produksi pada pertemuan Desember 2018, analis menilai harga minyak bisa pulih.

“Kami berharap OPEC akan mengelola pasar pada 2019 dan menilai kemungkinan kesepakatan untuk mengurangi produksi. Dalam skenario itu, harga Brent kemungkinan pulih kembali ke USD 70,” tulis Analis Morgan Stanley Martjin Rats dan Amy Sergeant.

Sementara itu, Analis FXTM Lukam Otunuga menuturkan, jika OPEC tidak memangkas produksi, harga bisa bergerak melemah. Harga minyak berpotensi ke USD 50 per barel.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya