Trump Ingin Harga Minyak di Bawah USD 60 per Barel, Lobi OPEC+ hingga Genjot Produksi

AS menggenjot produksi minyak Mentah dari 13,2 Juta barrel per day (bpd) di 2024 menjadi 13,5 juta bpd tahun 2025 dan berlanjut ke 13,6 bpd pada 2026.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 06 Feb 2025, 16:30 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2025, 16:30 WIB
Ilustrasi harga minyak dunia
Ilustrasi harga minyak dunia (dok: Foto AI)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di pekan pertama menjabat langsung meninta kepada organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya atau biasa disebut OPEC+ untuk menurunkan harga minyak mentah. Langkah ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi AS. 

Sementara itu, Menteri Ekonomi Arab Saudi, Faisal al-Ibrahim mengatakan bahwa mereka dan OPEC+ tengah mencari kestabilan harga minyak secara jangka panjang.

"Posisi kerajaan, posisi OPEC, adalah tentang stabilitas pasar jangka panjang untuk memastikan ada cukup pasokan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat," kata Faisal dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, dikutip dari US News, Kamis (6/2/2025).

Pengamat ekonomi dan energi FEB Univesitas Pandjajaran, Yayan Sakyati mengungkapkan, AS menggenjot produksi minyak dari 13,2 Juta barrel per day (bpd) di 2024 menjadi 13,5 juta bpd tahun 2025 dan berlanjut ke 13,6 bpd pada 2026.

“Artinya AS akan terus menurunkan harga minyak sampai ke titik di bawah USD 70 barel,” kata Yayan kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (6/2/2025).

“Maka Jika Trump melobi OPEC saat ini, Trump tidak sabar ingin menurunkan harga minyak hingga USD 70 pada tahun 2025, dengan meningkatkan produksi minyak agar harga minyak segera turun,” paparnya.

Upaya penurunan harga minyak dilakukan Trump untuk menurunkan biaya transportasi dan Global Value Chain sehingga berdampak terhadap penurunan inflasi di negara tersebut.

“Tapi apakah negara OPEC mau, ini menjadi lobby politik Trump dengan negara-negara OPEC. Seberapa besar dampaknya? Saya kira relatif besar dengan harga minyak mentah hingga ditekan hingga di kisaran USD 60,” bebernya.

 

Berisiko bagi Pendapatan Indonesia

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)... Selengkapnya

Di sisi lain, Yayan memperkirakan penurunan harga minyak OPEC bisa menurunkan harga BBM dalam negeri tetapi akan menurunkan pendapatan negara.

Pasalnya, pendapatan PNBP dari lifting minyak dan gas Indonesia diekspor ke pasar internasional, menurut pengamat ekonomi dan energi FEB Univesitas Pandjajaran, Yayan Sakyati.

“Jadi (penurunan harga minyak dunia) ada positif nya dan negatifnya,” kata Yayan kepada Liputan6.com di Jakarta.

“Tapi jika kita melihat pada dampak, konsumsi kita lebih besar daripada produksi migas. Penurunan harga minyak memberikan dampak positif lebih besar,” jelasnya.

 

Penurunan Harga Minyak OPEC Tak Punya Pengaruh Besar ke Pasar

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)
Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)... Selengkapnya

Sementara itu, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengungkapkan bahwa penurunan harga tidak akan berpengaruh besar pada pasar minyak dunia.

Pasalnya, penurunan produksi yang diputuskan OPEC juga tidak menaikkan harga minyak dunia.

Jadi kalau OPEC dipaksa turunkan harga minyak tidak akan efektif. Tapi kalau tetap dipaksa turunkan harga maka akan berdampak pada negara-negara penghasil minyak,” kata kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (6/2/2025).

Namun, penurunan harga minyak dari OPEC dapat menguntungkan Indonesia, lantaran posisinya sebagai importir dengan jumlah yang cukup besar.

“Jadi kalau turun akan menguntungkan bagi Indonesia, karena devisa yang digunakan untuk mengimpor bisa turun, kemudian subsidi yang diberikan untuk pertalite juga akan turun,” papar Fahmy.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya