Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di pekan pertama menjabat langsung meninta kepada organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya atau biasa disebut OPEC+ untuk menurunkan harga minyak mentah. Langkah ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi AS.
Sementara itu, Menteri Ekonomi Arab Saudi, Faisal al-Ibrahim mengatakan bahwa mereka dan OPEC+ tengah mencari kestabilan harga minyak secara jangka panjang.
Baca Juga
"Posisi kerajaan, posisi OPEC, adalah tentang stabilitas pasar jangka panjang untuk memastikan ada cukup pasokan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat," kata Faisal dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, dikutip dari US News, Kamis (6/2/2025).
Advertisement
Pengamat ekonomi dan energi FEB Univesitas Pandjajaran, Yayan Sakyati mengungkapkan, AS menggenjot produksi minyak dari 13,2 Juta barrel per day (bpd) di 2024 menjadi 13,5 juta bpd tahun 2025 dan berlanjut ke 13,6 bpd pada 2026.
“Artinya AS akan terus menurunkan harga minyak sampai ke titik di bawah USD 70 barel,” kata Yayan kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (6/2/2025).
“Maka Jika Trump melobi OPEC saat ini, Trump tidak sabar ingin menurunkan harga minyak hingga USD 70 pada tahun 2025, dengan meningkatkan produksi minyak agar harga minyak segera turun,” paparnya.
Upaya penurunan harga minyak dilakukan Trump untuk menurunkan biaya transportasi dan Global Value Chain sehingga berdampak terhadap penurunan inflasi di negara tersebut.
“Tapi apakah negara OPEC mau, ini menjadi lobby politik Trump dengan negara-negara OPEC. Seberapa besar dampaknya? Saya kira relatif besar dengan harga minyak mentah hingga ditekan hingga di kisaran USD 60,” bebernya.
Berisiko bagi Pendapatan Indonesia
Di sisi lain, Yayan memperkirakan penurunan harga minyak OPEC bisa menurunkan harga BBM dalam negeri tetapi akan menurunkan pendapatan negara.
Pasalnya, pendapatan PNBP dari lifting minyak dan gas Indonesia diekspor ke pasar internasional, menurut pengamat ekonomi dan energi FEB Univesitas Pandjajaran, Yayan Sakyati.
“Jadi (penurunan harga minyak dunia) ada positif nya dan negatifnya,” kata Yayan kepada Liputan6.com di Jakarta.
“Tapi jika kita melihat pada dampak, konsumsi kita lebih besar daripada produksi migas. Penurunan harga minyak memberikan dampak positif lebih besar,” jelasnya.
Advertisement
Penurunan Harga Minyak OPEC Tak Punya Pengaruh Besar ke Pasar
Sementara itu, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengungkapkan bahwa penurunan harga tidak akan berpengaruh besar pada pasar minyak dunia.
Pasalnya, penurunan produksi yang diputuskan OPEC juga tidak menaikkan harga minyak dunia.
Jadi kalau OPEC dipaksa turunkan harga minyak tidak akan efektif. Tapi kalau tetap dipaksa turunkan harga maka akan berdampak pada negara-negara penghasil minyak,” kata kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (6/2/2025).
Namun, penurunan harga minyak dari OPEC dapat menguntungkan Indonesia, lantaran posisinya sebagai importir dengan jumlah yang cukup besar.
“Jadi kalau turun akan menguntungkan bagi Indonesia, karena devisa yang digunakan untuk mengimpor bisa turun, kemudian subsidi yang diberikan untuk pertalite juga akan turun,” papar Fahmy.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)