Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat pembangkit listrik program 35 ribu Mega Watt (MW) yang beroperasi sampai 2018 mencapai 2.899 Mega Watt (MW).
Dikutip dari data Kementerian ESDM, Rabu (23/1/2019), dari target pembangkit 35 ribu MW, baru 8 persen yang beroperasi atau 2.899 MW. Untuk pembangkit yang masih dalam tahap konstruksi sudah mencapai 18.207 MW atau sekitar 52 persen.
Sedangkan yang sudah masuk tahap penandatanganan jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) sebesar 11.467 MW atau sekitar 32 persen. Sementara itu sekitar 1.683 MW atau 5 persen dalam tahap pengadaan dan sekitar 3 persen atau 954 MW dalam tahap perencanaan.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, akibat realisasi pertumbuhan ekonomi masih di kisaran 5 persen dan tidak sejalan dengan perkiraan sebesar 7 persen, maka waktu pengoperasian pembangkit disesuaikan.
Namun untuk pembangunan pembangkit masih terus berjalan. "Kan karena pertumbuhan ekonomi. Jadi ada penyesuaian. Tapi pembangunannya berjalan terus," jelas Agung.
Untuk daya pasok listrik Indonesia terpasang pada 2018 bertambah 1.600 MW, seiring dengan beroperasinya pembangkit listrik baru yang merupakn bagian dari program kelistrikan 35 ribu MW, Percepatan kelistrikan (Fast Track Program/FTP) I dan II.
Pasokan listrik terpasang Indonesia sampai 2018 mencapai 62.600 MW, naik dari tahun lalu sebesar USD 61 ribu MW. Listrik terpasang Indonesia meningkat hampir 10 ribu MW dari 2014.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Akan Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di 13 Kota
Inisiatif sejumlah pemerintah daerah (Pemda) membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), dinilai merupakan langkah jitu sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah sampah, terutama sampah plastik. Inisiatif tersebut sekaligus mendukung program kelistrikan nasional.
Sejumlah Pemda yang sudah berkomitmen membangun pembangkit listrik berbahan baku sampah tersebut, diantaranya adalah Kota Semarang, Denpasar, Tangerang, Tangerang Selatan, dan sejumlah kota besar lainnya.
Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementrian ESDM Andriah Feby Misna menyatakan, hasil survei yang dilakukan pemerintah, terdapat sekitar 15 kota yang memiliki sampah dengan jumlah besar, diantaranya DKI Jakarta dengan potensi sampah yang mencapai 7.000 ton per hari. Kemudian disusul Surabaya, Bandung dan Bekasi.
BACA JUGA
Diperkirakan sampah yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut mampu menghasilkan potensi energi listrik sekitar 2.000 MW. Pemerintah sendiri menargetkan pembangunan PLTSa di 13 kota, yakni DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, Manado dan Bali.
"Kita menyadari sampah mempunyai potensi energi biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi listrik, tetapi juga tidak tertutup peluang untuk bisa kita manfaatkan menjadi biofuel," ujar Andriah di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Progres paling cepat adalah yang dilakukan Pemkot Semarang, yang menargetkan PLTSa Jatibarang dapat beroperasi pada April tahun ini. PLTSa tersebut direncanakan akan memproduksi arus listrik sebesar 1,3 megawatt, dengan menggunakan teknologi insinerator dan landfill gas (LFG), yang saling terintegrasi.
"Teknologi insinerator bisa mengurangi sampah secara signifikan karena mampu mereduksi hingga 90 persen. Jadi, nantinya hanya akan tersisa residu sampah 10 persen," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, Muthohar.
Begitupula halnya dengan Pemkot Tangerang Selatan dan Pemkab Tangerang, keduanya mempercepat proses pembangunan PLTSa di masing-masing wilayah. Pemkot Tangsel saat ini tengah melakukan proses seleksi terhadap 12 perusahaan yang akan membangun PLTSa di Cipeucang, Tangsel. Sebagian besar perusahaan tersebut berasal dari luar negeri.
Diharapkan, proses seleksi tersebut bisa segera selesai dan pembangunan serta operasional Pembangkit Listrik Tenaga Sampah tersebut bisa berproduksi pada 2021. Sementara, Pemkot Tangerang tengah melakukan studi kelayakan terutama biaya pengelolaan sampah alias tipping fee yang akan ditawarkan ke investor.
Advertisement