Konsumsi Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Terus Meningkat

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat konsumsi batu bara untuk sektor kelistrikan terus naik.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 10 Jan 2019, 20:31 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2019, 20:31 WIB
Tambang batu bara
Aktivitas di tambang batu bara di Lubuk Unen, Kecamatan Merigi Kelindang, Kabupaten Bengkulu Tengah. (Liputan6.com/Yuliardi Hardjo Putro)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat konsumsi batu bara untuk sektor kelistrikan terus naik. Peningkatan tersebut ‎seiring bertambahnya pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, penyerapan batu bara untuk dalam negeri pada 2018 sebesar 115 juta ton, batu bara tersebut mayoritas diserap sektor kelistrikan sebesar 91,14 juta ton.

"Untuk kelistrikan realisasi penyerapan 99 persen, sebesar 91,14 juta ton‎," kata Bambang, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/1/2019).

Konsumsi batu bara sektor kelistrikan mengalami kenaikan, sejak 2014 dari 65,98 juta ton, di 2015 sebesar 70,80 juta ton, di 2016 tercatat 75,4 juta ton, dan pada 2017 mencapai 83 juta ton.

"PLTU dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, dari 83 juta ton 2018 naik ke 91,14 juta ton," tuturnya.

Bambang mengungkapkan, naiknya konsumsi batu bara sektor kelistrikan dipicu oleh bertambahnya pengoperasian PLTU yang telah diselesai dibangun PT PLN (Persero) dan perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).

"Ya karena pembangkitnya yang beroperasi bertambah, perkembangan ekonomi," tuturnya.

Pada 2018 produksi batu bara ‎528 juta ton, lebih tinggi dari target 485 juta ton, sementara batu bara yang diekspor mencapai 395 juta ton lebih tinggi dari target 364 juta ton.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ogah Pasok Batu Bara untuk Domestik, Perusahaan Tambang Kena Sanksi

20151005-Pekerja-Batu-Bara
Pekerja Batu Bara (iStock)

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) telah menjatuhkan sanksi, untuk perusahaan tambang batu bara yang tidak menyetor 25 persen produksinya ke pasar dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan, sanksi yang dijatuhkan untuk perusahaan batu bara yang tidak memenuhi ketentuan DMO adalah pengurangan alokasi produksi pada 2019.

Bahkan ada perusahaan yang tidak mendapat alokasi produksi. Tercatat ada lebih dari lima perusahaan yang terkena sanksi tersebut. 

"DMO sudah ada perusahaan tapi ini ada perusahaan nol tidak produksi, ada perusahaan 10 persen-15 persen, tidak kita berikan nol tapi tidak sesuai permohon 50 persen (dari volume batu bara yang diajukan)," tutur dia.

Bambang menuturkan, pemerintah juga memberikan penghargaan bagi perusahaan yang telah memenuhi komitmenya dalam memenuhi ketentuan 25 persen DMO, penghargaan tersebut adalah memberikan tambahan kuota produksi batu bara.

"Tapi perusahaan 25 persen ke atas ada mengenai proposal lebih 100 persen berikan kesempatan lebih tapi berdasarkan produksi nasional. Ada contoh karena 40 persen kita berikan140 persen dari produksi 2018," ujar dia.

Bambang menegaskan, ‎pemerintah masih memberlakukan kewajiban 25 persen produksi batu bara ‎dialokasikan di dalam negeri, serta harga patokan untuk sektor kelistrikan USD 70 per ton.

"DMO 25 persen‎ dan harga patokan tahun ini masih berlaku, tidak ada yang berubah," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya