Data Ekonomi AS Kuat Bawa Harga Minyak Naik 1,5 Persen

Harga minyak Brent sempat menyentuh level tertinggi di USD 70,46 yang merupakan level terkuat sejak 12 November.

oleh Arthur Gideon diperbarui 06 Apr 2019, 06:30 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2019, 06:30 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik 1,5 persen pada perdagangan Jumat kakrena data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang kuat membuat kekhawatiran tentang pelemahan permintaan minyak mentah mereda.

Selain itu, harga minyak juga didorong oleh konflik di Libya tang meningkat sehingga dapat memperketat pasokan minyak.

Mengutip Reuters, Sabtu (6/4/2019), harga minyak mentah berjangka Brent ditutup pada USD 70,34 per barel, naik 94 sen, atau 1,35 persen. Dalam perdagangan hari Jumat, harga minyak Brent sempat menyentuh level tertinggi di USD 70,46 yang merupakan level terkuat sejak 12 November.

Sedangkan untuk harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS menetap di USD 63,08 per barel, naik 98 sen, atau 1,58 persen. Pada awal sesi, WTI mencapai USD 63,24 per barel yang merupakan angka tertinggi sejak 6 November.

Harga minyak Brent mencatat kenaikan minggu kedua berturut-turut, sementara WTI kenaikan mingguan kelima berturut-turut.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Data Tenaga Kerja

lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja melaju dari level terendah pada Maret kemarin.

"Data ini akan cukup untuk membuat kita tetap di atas level USD 60 selama beberapa minggu," kata Josh Graves, analis komoditas senior di RJO Futures, Chicago, AS.

Aksi militer di Libya, yang dapat mengganggu pasokan dari anggota OPEC, juga membantu kenaiakan harga minyak.

Pada hari Kamis, komandan Libya Timur Khalifa Haftar memerintahkan pasukannya untuk maju ke Tripoli, meningkatkan konflik dengan pemerintah yang diakui secara internasional.

"Situasi yang berkembang di Libya juga mendukung kenaikan harga minyak, tetapi sampai saat ini pasokan minyak masih belum berhenti," kata John Kilduff, analis Again Capital LLC, New York, AS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya