Liputan6.com, Jakarta - Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) atau disebut Bandara Kertajati hingga saat ini masih sepi penumpang.
Tingkat okupansi bandara tersebut pun masih berada di bawah 30 persen. Kondisi ini sempat mendapat perhatian khusus dari Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'aruf, Arif Budimanta mengatakan, manfaat pembangunan infrastruktur seperti bandara tidak dapat dirasakan dalam waktu dekat namun untuk jangka panjang. Artinya, bandara baru bisa ramai setelah 10 hingga 50 tahun.
Advertisement
"Investasi dari infrakstruktur itu bukan investasi satu tahun, tapi jangka panjang. Untuk kebutuhan 10 tahun hingga 50 tahun," ujar Arif saat ditemui di Hotel Millenial, Jakarta, Rabu (10/4/2019).
Baca Juga
Arif melanjutkan, pembangunan bandara Kertajati juga tidak hanya diperuntukkan bagi warga Bandung, tetapi untuk daerah lain di sekitarnya seperti Majalengka.
"Jadi jangan hanya melihat Bandung, tapi juga lihat wilayah-wilayah seperti Majalengka, Kuningan, Kabupaten Cirebon," ujar dia.
Arif menambahkan, pemerintah saat gencar membangun infrastruktur di sekitar Bandara Kertajati. "Dengan adanya komitmen membangun desa, mungkin dalam jangka menengah panjang akan datang pasti bandara ini akan ramai," tandasnya.
Reporter: Anggun P.Situmorang
Sumber: Merdeka.com
JK Akui Perencanaan Kurang Matang
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan, sepinya Bandara Kertajati tidak lepas dari uji kelaikan yang dilakukan pemerintah tidak berjalan baik. Apalagi, pembangunan bandara tersebut juga dinilai tanpa kajian yang mendalam.
"Tapi ya mungkin kurang penelitian sehingga lokasinya tidak pas untuk Bandung dan untuk Jakarta. Jadi agak ya, boleh dibilang perencanannya tidak terlalu bagus. Pemerintah pusat juga salah," katanya saat ditemui di Kantornya, Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa, 9 April 2019.
JK mengatakan, kesalahan pemerintah pusat adalah hanya menginginkan percepatan sebuah pembangunan bandara internasional yang menjadi penghubung antara Jakarta dan Bandung. Namun, tidak melakukan perhitungan secara matang.
"Jadi kalau mau ke Bandung, lewat Kertajati musti naik mobil lagi sampai 100 kilometer. Jadi lebih baik langsung saja ke Bandung. Sekiranya hanya berada 20-30 kilometer dari Bandung masih okay, tapi ini hampir 100 kilometer," imbuhnya.
JK menyampaikan, pemerintah sendiri tidak bisa memaksa sejumlah maskapai untuk masuk ke Bandara Kertajati. Sebab, dengan tingkat okupansi yang masih minim, dengan upaya pemaksaan tersebut justru akan merugikan maskapai itu sendiri.
"Karena airlines tidak bisa dipaksa kalau tidak ada penumpang. Siapa mau bayar kerugiannya. Kecuali di sekitar Kertajati itu Indramayu, Subang, atau apa lagi sekitarnya berkembang baru bisa. Sebenernya bisa jadi sabar-sabar saja," kata dia.
JK menekankan, apabila bandara ini masih juga kurang dilirik bukan tidak mungkin nantinya akan dialihfungsikan. "Ya bisa saja bandara militer, bisa saja halim dipindahkan ke situ, cuma saja, bandara militer tidak butuh terminal, nah terminalnya mahal, lihat saja nanti mungkin ada usaha juga," pungkasnya.
Advertisement
PT BIJB Bantah Bandara Kertajati Dibangun Tanpa Kajian
Sebelumnya, Pihak Bandara Internasional Jawa Barat (BJIB) atau Kertajati membantah tudingan bahwa tak ada kajian sebelum membangun. Tudingan tak ada kajian dianggap tak masuk akal mengingat banyaknya anggaran untuk proyek tersebut.
"Kalau kajian tentu semuanya sudah dibuat. Tidak mungkin pemerintah dan berbagai pihak mengeluarkan anggaran sebesar itu kalau tak ada kajian," ujar Direktur Operasional dan Pengembangan PT BIJB, Agus Sugeng Widodo, kepada Liputan6.com.
Agus mengakui memang ada sejumlah isu yang terjadi di Bandara Kertajati yakni minimnya penumpang. Namun, pihaknya sedang menyelesaikan masalah tersebut.
"Kajiannya saya kira cukup komprehensif, cuman pada tatanan implementasi kadang di lapangan banyak persoalan dan inilah yang sekarang kita urai," ujarnya.
Tahun ini, target Bandara Kertajati adalah 2,7 juta penumpang. Capaian itu masih jauh dari realita terkini mengingat rute penerbangan tinggal 1, yakni menuju Surabaya.
Agus berharap sosialisasi yang melibatkan pemerintah dan swasta dapat terus berlangsung, sehingga pembangunan Bandara Kertajati yang merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia dapat sesuai ekspektasi.
Menhub: Pembangunan Bandara Kertajati Keinginan Pemda
Sebelumnya, keterisian Bandara Kertajati di Majalengka, Jawa Barat masih minim. Awalnya, bandara ini diyakini mampu menjadi penghubung antar daerah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) dengan daerah lain.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menjelaskan awalnya pembangunan bandara tambahan akan dibangun di Karawang, melihat potensi industri. Namun, Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat meminta pembangunan dilaksanakan di Kertajati.
"Ini bukan alasan ya, menurut studi Kemenhub, bandara tambahan ada di Karawang, tapi memang awalnya yang minta pembangunan Kertajati itu Pemda, akhirnya kita turuti," ujar dia di Palangkaraya, Senin, 8 April 2019.
Dia mengungkapkan jika mulanya Kemenhub dan Angkasa Pura (AP) II merekomendasikan untuk membuat bandara ukuran kecil untuk pesawat jenis ATR. Namun pemda ingin bandara yang lebih luas.
"Saya bilang ke Dirut AP II, kalau mau bangun kecil dulu, kita dapat kewenangan dari Bu Rini (Menteri BUMN) anggaran Rp 600 miliar. Tapi Pemda ingin langsung runway 2.500 meter, anggarannya Rp 2,6 triliun," ungkap Budi.
Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin menambahkan upaya meramaikan Bandara Kertajati berasal dari 3 potensi, yaitu umroh, haji dan pariwisata. Potensi pariwisata daerah harus dikenalkan untuk menarik wisatawan.
"Daerah Ciayumajakuning harus digencarkan potensi pariwisatanya, supaya bisa menarik pengunjung datang dan tingkat keterisian bandara meningkat," ujar dia.
Advertisement