Liputan6.com, Jakarta Maskapai penerbangan Lion Air yang bernaung di bawah Lion Air Group membantah informasi jika perusahaan memiliki utang hingga Rp 614 triliun.Â
Perusahaan mengakui jika memesan armada lebih dari 800 pesawat, dari berbagai pabrikan pesawat (aircraft manufacture) di seluruh dunia.
Saat ini, perusahaan pun telah menerima lebih dari 340 pesawat dari total pesanan dimaksud dan sudah mengoperasikan di tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Advertisement
Baca Juga
"Pendanaan dalam pengadaan pesawat udara dilakukan menggunakan berbagai metode atau cara (tidak semua pesawat diperoleh dengan cara meminjam dana)," jelas Corporate Communications Strategic Danang Mandala Prihantoro dalam keterangannya, Kamis (13/6/2019).
Dia menegaskan pula jika pengadaan pesawat tersebut tidak dijamin siapapun dan tidak menjaminkan siapapun, kecuali Lion Air yang bertanggungjawab atas pengadaan pesawat. Ini dilakukan dengan jaminan aset perusahaan, termasuk pesawat yang dibeli. "Apabila pesawat tersebut disewa, maka tidak diperlukan adanya jaminan," tutur dia.
Dia menambahkan jika pesanan pesawat udara tersebut, tidak semua akan dioperasikan di Indonesia.
"Lion Air menegaskan sesuai pandangan dan analisis tajam bisnis ke depan, Lion Air bersama anggota Lion Air Group yang lain akan terus melakukan pengembangan bidang usaha dan rute (ekspansi bisnis)," dia menandaskan.
Menko Luhut Akui Ada Masalah Keuangan pada Maskapai Nasional
PT Lion Mentari Airlines mengajukan permohonan penundaan pembayaran jasa kebandaraan di kuartal I kepada PT Angkasa Pura I (Persero). Penundaan ini dilakukan untuk masa waktu Januari hingga Maret tahun ini. Kesulitan keuangan diduga menjadi penyebab.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa saat ini maskapai penerbangan, termasuk Lion Air memang mengalami kendala keuangan, terkait biaya operasional yang tinggi.
Baca Juga
"Ya sama saja. Lion itu, pesawatnya Terlalu banyak, sekarang dikurangi operation itu kan jadi cost juga," kata dia, di Jakarta, Selasa (11/6).
Dia menjelaskan, bahwa masalah keuangan tidak hanya mendera Lion Air, melainkan juga seluruh penyedia layanan burung besi di seluruh dunia. Tipisnya margin serta inefisiensi menjadi faktor pendorong.
"Ini airline dunia itu kan marginnya tipis. Semua ya bukan hanya kita. Jadi kalau tidak efisien itu kan kacau. Pemerintah sendiri, misalnya Avtur MOB-nya plus 21 kita mau kurangi ke bawah, kemudian PPn, kemudian airport tax itu, kemudian nanti LCC, low cost terminal itu. Semua nanti diperbaiki. Saya kira berapa minggu ke depan sudah harus jadi," ujarnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement