Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) beberapa waktu lalu sempat menghimbau masyarakat untuk tidak menggunakan Rupiah asli sebagai mahar dalam sebuah pernikahan. Sebab hal itu dapat dikategorikan sebagai upaya pengrusakan terhadap mata uang negara.
Ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dimana di dalamnya terdapat larangan bagi masyarakat untuk merusak uang kertas.
Namun begitu, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara coba meluruskan maksud dan mengatakan bahwa Rupiah boleh saja dijadikan sebuah mahar, asal jangan sampai merusaknya.
Advertisement
"Intinya adalah, Bank Indonesia punya kampanye untuk memelihara uang bahwa jangan dilipat, jangan dicoret-coret, jangan disteples," ungkap dia di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
"Jadi mahar ya boleh-boleh saja. Bisa macam-macam. Kalau mau ngasih uang ya uangnya jangan dilipat-lipat atau ditekuk jadi bentuk burung. Kasian yang pakai," dia menambahkan.
Baca Juga
Seiring dengan perkembangan teknologi di era digital, ia lantas menganjurkan agar pemberian mahar kelak bisa bertransformasi tidak hanya memberikan Rupiah dalam bentuk uang kertas. "Bisa juga e-money, non-tunai," imbuhnya.
Namun, Mirza menekankan bahwa Rupiah tetap diperbolehkan jadi sebuah syarat pernikahan. "Jadi kalau ditanya boleh enggak mahar? Boleh, asal jangan dilipat-lipat. Jagalah uangmu," tegasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Gunakan Rupiah Asli Sebagai Mahar, Siap-siap Denda Maksimal Rp 1 Miliar
Bank Indonesia (BI) kembali mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak menggunakan Rupiah asli dalam mahar sebuah pernikahan. Karena ini bisa melanggar UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Melalui akun Facebook resminya Bank Indonesia pun menyatakan menggunakan uang, terutama pecahan kertas sebagai mahar pernikahan sama saja dengan 'menyiksa' uang. Apalagi ketika mahar itu dibuka satu per satu tak ayal uangnya menjadi lecek bahkan berisiko sobek.
Bahkan, dalam UU tersebut mencantumkan bagi saiapa saja yang merusak simbol negara, dalam hal ini Rupiah, ancaman pidananya sendiri adalah 5 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
"Iya, karena sudah ada Undang-Undangnya juga. Jadi perlu diingat," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko kepada Liputan6.com, Minggu (21/7/2019).
Onny menegaskan memang sebaiknya tidak digunakan untuk kepentingan mahar yang berpotensi merusak bentuk nilai tukar rupiah itu sendiri.
"Tidak boleh, Rupiah itu secara filisofis simbol kedaulatan negara. Diedarkan hingga ke pulau/wilayah terluar, terdepan dan terpencil, ini juga dalam rangka menjaga kedaulatan NKRI. Jadi tentu kami mengimbau masyarakat untuk menggunakan dan memperlakukan Rupiah secara bijak dan penuh hormat," tambahnya.
Seperti diketahui, dalam akun Facebook BI, dalam mahar sebuah pernikahan disarankan untuk menggunakan uang mainan. Hal ini diklaim tidak megurangi keindahan mahar itu sendiri.
Advertisement