Bos Bappenas Beberkan Faktor Penghambat Pertumbuhan Ekonomi RI

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah berada dalam puncak kejayaannya yakni sebesar 7,5 persen pada era 1960-an.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jul 2019, 15:30 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2019, 15:30 WIB
Rencana Pemindahan Ibu Kota Negara
Menteri PPN/Bappenas, Bambang Brodjonegoro memberikan keterangan terkait rencana pemindahan ibu kota negara di Jakarta, Selasa (30/4/2019). Pemerintahan Presiden Jokowi kembali membuka wacana pemindahan ibu kota negara karena kondisi lingkungan Jakarta yang semakin menurun. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah berada dalam puncak kejayaannya yakni sebesar 7,5 persen pada era 1960-an. Namun, kondisi ini berbalik di mana pertumbuhan ekonomi pada saat ini sedang mengalami perlambatan atau stagnan di kisaran 5 persen.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia terhambat. Salah satunya adalah mengenai regulasi dibidang ketenagakerjaan.

Menteri Bambang menyebut, perosalan yang hadir di ketenagakerjaan sering kali datang dari tingginya biaya pesangon. Sehingga itu menjadikan beban bagi perusahaan atau pemberi kerja, yang kemudian berdampak pada perekrutan tenaga kerja kontrak atau outsourcing.

"Terlihat bahwa regulasi tenaga kerja belum membuat perusahaan tertarik untuk upgrade tenaga kerja dengan durasi lebih pasti dan panjang," katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/7).

Menteri Bambang menyebut selama ini persoalan tenaga kerja di Indonesia masih cukup rumit. Sebab, hanya ada di bawah 10 persen perusahaan yang memberikan pelatihan formal terhadap tenaga kerjanya.

Kondisi ini jauh apabila dibandingkan dengan negara Vietnam yang sebagian besar 20 persen perusahaannya telah memberikan pelatihan formal. Selain Vietnam, Filipina dan China juga masing-masing berada di 60 persen dan 80 persen perusahaannya memberikan pelatihan formal.

"Kalau tidak dilatih, bagaimana berdaya saing. kualitas seadanya, ganggu produktivitas perusahaan sendiri," imbuhnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ketersediaan Tenaga Kerja Terampil

3.255 Tenaga Kerja Konstruksi Dapat Sertifikasi Kementerian PUPR
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan gedung dan jalan di Jakarta, Sabtu (10/11). Tenaga kerja peraih sertifikat Kementerian PUPR meliputi tukang, mandor, drafter, surveyor, operator pelaksana dan pengawas. (Merdeka.com/Imam Buhori)

Di sisi lain, Menteri Bambang juga menyebut jumlah tenaga kerja asing terampil masih dibatasi oleh aturan yang ada di Indonesia. Padahal, bagaimanapun perusahaan di Indonesia butuh tenaga kerja asing yang punya keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh tenaga kerja lokal.

"Kita tidak omongin tenaga kerja operator yang bisa dilakukan penuh oleh tenaga kerja Indoneisa. Di Indonesia perbandingannya 1 tenaga kerja asing untuk 763 tenaga kerja lokal," kata dia.

Persoalan lain yang menghmabat pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu mengenai masalah perizinan di sektor perdagangan, terutama untuk ekspor barang. Menteri Bambang menuturkan, perihal ekspor perusahaan Indonesia membutuhkan waktu 4,5 hari untuk menyelesaikan pengecekan kepabenanan dan dokumen dalam mengekspor barang.

"Indonesia labelnya mahal dan lama. dibandingkan dengan Sigapura 0,5 hari, Malaysia 1,6 hari dan Thailand 2,3 hari," kata dia

Lebih lanjut dia mengatakan, persoalan ketenagakerjaan dan perdagangan berakar dari lemahnya tata kelola pemerintahan dan institusi. "Korupsi dan birokrasi yang tidak efisen dianggap sebagai faktor paling bermasalah dalam berbisnis di Indonesia," pungkasnya.

 

 

Komoditas Bikin Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Stagnan

Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyorot kondisi perekomian Indonesia yang terus merosot selama beberapa dekade terakhir.

Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia memang stabil di kisaran 5 persen, tetapi secara historis rata-rata pertumbuhan Indonesia menurun.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pernah melewati angka 7 persen, tetapi kini 5,3 persen saja. Menteri Bambang menyadari bahwa permasalahan ada di ketergantungan Indonesia pada sektor komoditas.

"Kita harus waspada karena rata-rata pertumbuhan ekonomi kita terus menurun dari angka sekitar 7,5 persen pada zaman Indonesia mengalami booming minyak, kemudian menurun menjadi 6,4 persen per tahun ketika Indonesia mengalami booming di sektor manufaktur, khususnya sektor padat karya, di tahun 1990-an," ujar Menteri Bambang dalam Indonesia Development Forum 2019 (IDF 2019) di JCC, Senin (22/7/2019).

Menteri Bambang pun menyayangkan hingga kini pun ekspor masih didominasi mineral (batu bara) dan agrikultur (sawit).

Sementara, Malaysia mengunggulkan ekspor barang elektronik, Vietnam mengekspor tekstil, dan Thailand mengandalkan ekspor mesin, elektronik, kimia, dan jasa.

"Ketika pertumbuhan ekonomi bertumpu pada komoditas, apakah itu batu bara atau kelapa sawit, maka yang kita alami sekarang pertumbuhan ekonomi kita hanya 5,3 persen. Jadi kesimpulannya adalah kalau mau pertumbuhan ekonomi kita tinggi, kita harus kembali ke sektor yang produktivitasnya tinggi, yakni manufaktur dan sektor jasa modern," jelas Bambang.

Menteri Bambang yakin pertumbuhan ekonomi bisa menembus 6 persen jika sektor manufaktur Indonesia meningkat. Edukasi dan peningkatan skill pun dibutuhkan demi mencapai hal itu, selain itu Menteri Bambang berharap regulasi yang tak ramah investor dan birokrasi tak efisien bisa segera dipangkas demi menunjang ekspor.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya