Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meminta kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution dan Menteri Keungan Sri Mulyani agar tetap menjaga kestabilitas ekonomi. Sebab dia menjelaskan selama 10 tahun sekali negara bisa terjadi krisis ekonomi.
"Kita juga perlu hati-hati Pak Menko sama Menteri Keuangan, kita tiap 10 tahun bisa terjadi krisis. Tahun 1998 kita tahu krisis Asia aliran Indonesia-Korea itu disebabkan karena tentu kita tahu semua fabel peligito. 10 tahun kemudian terjadi lagi 2008 krisis dimulai dari Amerika," kata JK saat membuka acara memperingati hari ulang tahun ke-53 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan hari ulang tahun ke-74 Kemerdekaan Republik Indonesia di Hotel Borobuddur, Jakarta Pusat, Jumat (9/8).
Advertisement
Baca Juga
Sebab itu disamping mentransformasi ekonomi, pemerintah juga kata dia meminta agar hati-hati untuk 10 tahun ke depan dalam dunia ekonomi. Jika dilihat, kata JK selama 10 tahun dari krisis pertama yaitu 1998, 2008 sekarang 2019 akan terjadi masalah. JK juga menceritakan hari ini Amerika Serikat sudah khawatir adanya krisis ekonomi.
"Jadi kita sudah semuanya tentu menteri keuangan, menko, BI juga harus hati-hati akibat-akibat perang dagang, akibat proteksionisme akibat Brexit, akibat tinur tengah, akibat apa yang bisa terjadi dalam ekonomi dunia ini," lanjut JK.
Tetapi dia yakin Indonesia memiliki keuntungan yang lebih baik. Mulai dari negara yang besar, memiliki konsumen yang besar walaupun kata JK, Indonesia masih dibelakang. Dia menjelaskan ekspor masih kurang dibanding Singapura.
"Ekspor kita masih sekitar 20 persen daripada GDP. pada saat yang sama Singapura sudah 200 persen GDP-nya. Malaysia 150 persen dari GDP-nya. kemudian juga Vietnam dan Thailand sudah jauh lebih tinggi daripada kita ekspor dari kita," lanjut JK.
Sebab itu dengan masalah tersebut diselesaikan dengan mentransform ekonomi kepada masyarakat dengan pendapatan tinggi. Transformasi kata dia bertujuan untuk merubah ekonomi.
"Itulah transform itulah dibutuhkan untuk mengubah ekonomi ini," ungkap JK.
Â
Reporter:Â Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Fadli Zon: Pelemahan Rupiah Bisa Picu Krisis Ekonomi
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meminta pemerintah berhati-hati terhadap pelemahan rupiah yang terjadi sejak Februari 2018. Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ini dinilai menjadi pemicu terjadinya krisis ekonomi Indonesia.
Fadli mengungkapkan, jika belajar dari pengalaman sebelumnya, depresiasi rupiah merupakan salah satu pemicu terjadinya krisis.
"Menurut saya, PR (pekerjaan rumah) yang harus dipikirkan, S&P mengatakan bisa tembus sampai Rp 15 ribu. Jangan lupa krisis itu selalu dimulai dari depresiasi rupiah. Ketidaktahanan rupiah kita hadapi dolar itu pada 20 tahun lalu mengakibatkan krisis berkepanjangan dan mengakibatkan pada krisis politik," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Namun jika memang rupiah ini bisa tembus hingga level 15 ribu per dolar AS, lanjut dia, maka sudah sangat berbahaya. Oleh sebab itu, Fadli Zon meminta pemerintah segera memikirkan cara untuk membuat rupiah kembali menguat dan stabil.
"Kalau sampai tembus Rp 15 ribu menurut saya itu sangat membahayakan. Jadi harus dipikirkan cara. Menurut saya ya pemerintah harusnya mikir, menteri-menteri terkait dan Gubernur BI. Intervensi-intervensi dan sebagainya kan ‎saya dengar sudah dilakukan, tetapi tidak bisa menahan laju, bahkan kita seperti membakar uang," kata dia.
Advertisement
Upaya Negara Maju Menanggulangi Krisis Ekonomi Mulai Berhasil
Bank Indonesia (BI) menilai upaya negara maju dalam menanggulangi krisis global mulai membuahkan hasil. Hal ini dilatarbelakangi ramalan IMF atas peningkatan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2018.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, krisis yang melanda perekonomian global pada 2008 berkontribusi pada perlambatan ekonomi di Amerika Serikat, Uni Eropa dan China.
"‎Krisis keuangan global yang sangat mempengaruhi kinerja ekonomi Amerika Serikat, dan Uni Eropa, dan berkontribusi pada perlambatan ekonomi di beberapa negara berkembang utama, termasuk China," kata Agus, di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (24/8/2017).
 Agus mengungkapkan, saat ini upaya negara-negara maju dalam menanggulangi krisis tersebut telah menunjukan hasil. Perekonomian global kembali pulih. Berdasarkan ramalan IMF tentang pertumbuhan ekonomi global pada 2018, bisa mencapai 3,6 persen, naik 0,1 persen dibanding 2017 3,5 persen.
"Menurut prospek IMF, output global diproyeksikan tumbuh sebesar 3,5 persen pada 2017 dan 3,6 persen pada 2018, sebuah pertumbuhan yang lebih cepat dari 3,2 persen pada 2016, yang mengindikasikan pemulihan ekonomi global yang lebih kuat ," paparnya.
Menurut Agus,‎ meski perekonomian global mulai pulih, pertumbuhan tersebut masih jauh lebih rendah ketimbang rata-rata pertumbuhan ekonomi global periode 2004 sampai 2007 sebesar 4,8 persen.
"Meskipun para pembuat kebijakan telah berjuang untuk sepenuhnya pulih dari krisis, pertumbuhan ekonomi global tetap lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan 4,8 persen pada 2004-2007. Menurut kami, ini menegaskan bahwa ekonomi global telah memasuki fase normal baru," tutup Agus.