Produk Karet Jambi Tembus Pasar 7 Negara

Produk karet Indonesia telah diekspor ke tujuh negara seperti Jepang, India, China, Kanada, Jerman, Polandia dan Amerika Serikat.

oleh Septian Deny diperbarui 20 Agu 2019, 12:15 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2019, 12:15 WIB
Industri Karet Alam Kembali Sumringah Tahun Depan
Prospek cerah bagi industri dipicu kenaikan permintaan China yang telah terjadi sejak tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta Ekspor karet Indonesia menunjukkan eksistensi ekspor terutama provinsi jambi yang merupakan salah satu kawasan pengembangan karet nasional. Provinsi ini telah berkontribusi terhadap peningkatan produksi karet nasional untuk tujuan ekspor.

Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono mengatakan, ekspor karet yang dilakukan ini merupakan hasil dari program program Benih Unggul Perkebunan (BUN) 500 juta batang yang dicanangkan oleh Kementan.

“Program BUN-500 ditujukan untuk peningkatan produksi dan produktivitas karet nasional melalui penyediaan benih karet yang bersertifikat, unggul dan bermutu,” kata dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/8/2019).

Menurut Keputusan Menteri Pertanian nomor 472 tahun 2018 tentang Lokasi Kawasan Pertanian Nasional, kabupaten yang menjadi sentra pengembangan karet nasional di Provinsi Jambi meliputi Batanghari, Muaro Jambi, Tebo, Merangin dan Sarolangun dengan produksi karet tahun 2018 mencapai 315,7 ribu ton pada luasan areal sebesar 378,7 ribu hektar.

PT Remco Cabang Jambi (Rubber Remiling Company) merupakan salah satu mitra binaan Direktorat Jenderal Perkebunan yang bergerak dibidang pembinaan dan trading komoditas karet Indonesia, khususnya ekspor karet ke pasar internasional.

Data menunjukkan, PT Remco yang beralamat di Tanjung Johor, Jambi melakukan ekspor komoditas karet untuk SIR-20 atau TSNR-20 ke 7 negara pada Juli 2019 meliputi Jepang, India, China, Kanada, Jerman, Polandia dan Amerika Serikat. Adapun volume ekspor perusahaan tersebut sebesar 2.365,7 ton atau senilai USD 3,43 juta.

Pemanfaatan SIR ini adalah untuk rubber dock fender, komponen-komponen untuk keperluan pabrik/industri seperti cement mill, centrifuge latex mill, crumb rubber mill, sugar mill, aluminium plant, oil palm mill, komponen bangunan tahan gempa dan beberapa aplikasi lainnya seperti conveyor belt, rubber mats, rubber bands dan lain-lain.

Dari data BPS, pada 2018 ekspor karet Indonesia sebesar 2,81 juta ton dengan nilai ekspor mencapai USD 3,95 miliar. Ekspor TSNR-20 berkontribusi sebesar 92,1 persen atau sebesar 2,59 juta ton dari total volume karet Indonesia. Sebagian besar ekspor TSNR-20 ini ke negara Amerika Serikat, Jepang, India, China, Korea Selatan, Turki, Brazil dan Kanada.

“Indonesia sebagai negara produsen karet nomor 2 dunia setelah Thailand terus berupaya agar ekspor komoditas karet Indonesia didukung oleh kualitas bokar yang tinggi dan menjadi standar kebutuhan ekspor. Saat ini Ditjen Perkebunan terus membina UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar) di beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi karet nasional dimana selain dalam upaya memperkuat kelembagaan petani juga dilakukan pendampingan kepada para petani dalam meningkatkan kualitas bokar,” katanya.

   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Permintaan Tinggi, RI Berpeluang Kuasai Pasar Sarung Tangan Karet Dunia

Kemenhub Janji Serap 20 Ribu Ton Karet Alam Lokal
Penyerapan karet mentah yang dijadikan material penunjang infrastruktur sarana kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Indonesia berpeluang menjadi pemain besar di pasar sarung tangan karet dunia. Hal ini mengingat kebutuhan akan produk ini di tingkat global sangat tinggi.

Direktur PT Mark Dynamics Indonesia Tbk, Ridwan menyatakan, ‎permintaan sarung tangan karet global tumbuh konsisten dalam 15 tahun terakhir dengan rata-rata pertumbuhan permintaan tahunan antara 8 peren-10 persen. Sementara saat ini pasokan yang tersedia belum dapat memenuhi seluruh permintaan global.

"Pada 2019 diperkirakan konsumsi sarung tangan karet dunia akan mencapai 300 miliar unit, dengan nilai pasar mencapai USD 4,8 miliar atau setara dengan Rp 67,871 triliun. Malaysia sebagai pemasok utama akan memberikan kontribusi sebesar 63 persen, diikuti oleh Thailand sebesar 18 persen, China sebesar 10 persen dan Indonesia sebesar 3 persen," ujar dia di Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Dia menjelaskan, melihat konsumsi tersebut, pasar sarung tangan karet dunia sebenarnya sangat menjanjikan. Konsumsi untuk produk ini terbesar berasal dari negara-negara maju di Eropa dan Amerika, serta Jepang.

Sementara untuk negara-negara Asia memiliki tingkat konsumsi yang relatif rendah. Dari 30 negara pengguna terbesar, China yang berpenduduk terbesar di dunia berada di posisi ke 28, Indonesia di posisi ke 29 dan India di posisi 30.

Menurut dia, permintaan cetakan sarung tangan pun tidak akan mengalami penurunan mengingat sarung tangan karet merupakan produk yang hanya sekali pakai (disposable). Selain itu, banyak digunakan pada industri kesehatan, farmasi, makanan dan minuman, elektronik, industri, rumah tangga dan medis.

"Luasnya bidang pemakaian sarung tangan karet mendorong industri pendukung utamanya, yaitu produsen cetakan sarung tangan memperoleh kesempatan besar untuk tumbuh dan berkembang secara pesat. ‎Perseroan mengambil keuntungan dari kondisi ini dengan menggunakan bahan sisa cetakan sarung tangan untuk didaur ulang sebagai salah satu bahan baku produk sanitary ke depannya," jelas dia.

Pasok ke Pasar Ekspor

Tiga Negara Produsen Berkongsi Perbaiki Harga Karet
Produksi Indonesia yang tahun ini sekitar 3,1 juta ton juga akan mempengaruhi stok karet alam global.

Saat ini, lanjut Ridwan, pihaknya merupakan pemasok utama bagi produsen sarung tangan, dengan porsi ekspor terbesar ke Malaysia.

Jumlah produksi cetakan sarung tangan Perseroan pada 2018 mencapai 6,4 juta unit atau meningkat sebesar 28 persen dibandingkan dengan 5 juta unit pada 2017.

Peningkatan produksi ini diikuti dengan peningkatan nilai penjualan sebesar 35,7 persen pada 2018 menjadi Rp 325,47 miliar, dibandingkan dengan 2017 sebesar Rp 239,79 miliar. Sementara pasar ekspor mencapai Rp 303,33 miliar atau sebesar 93,20 persen dari total penjualan Perseroan.

"Diiringi dengan tingkat biaya yang lebih rendah pada 2018 Perseroan berhasil mencatat kenaikan laba komprehensif sebesar 67,09 persen menjadi Rp 82,29 miliar, dibandingkan 2017 sebesar Rp 49,25 miliar, dengan rasio margin laba komprehensif yang juga meningkat menjadi 25,28 persen dibandingkan dengan 2017 sebesar 20,54 persen," tandas dia. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya