Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan naik serentak pada 2020. Tidak tanggung-tanggung kenaikan nantinya mencapai 100 persen dari angka saat ini.
Adapun rincian usulan Kementerian Keuangan adalah kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, lalu kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.
"Kami mengusulkan kelas III Rp 42.000, Rp 110.000 untuk kelas II dan Rp 160.000 untuk kelas I. Dan ini kita mulainya 1 Januari 2020," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Usulan Sri Mulyani tersebut berbeda dengan usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). DJSN mengusulkan peserta kelas I naik menjadi Rp 120.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 80.000. Sedangkan untuk kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
"Kami mengusulkan kenaikan yang sudah kami sampaikan kepada Presiden. Untuk angka besarannya sudah ada di Presiden. Kelas I naik dari sebelumnya Rp 25.500 menjadi Rp 42.000," ujar Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni.
Adapun kenaikan iuran tersebut, dilakukan agar BPJS Kesehatan dapat melakukan kinerja dengan optimal, mengingat setahun terakhir BPJS Kesehatan mengalami defisit hingga Rp 29 triliun.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
15 Juta Orang Belum Bayar Iuran BPJS Kesehatan
Direktur Keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kemal Imam Santoso mengatakan, hingga kini masih ada 15 juta peserta jaminan kesehatan yang menunggak pembayaran iuran. Jumlah tersebut diprediksi turut menyumbang defisit BPJS kesehatan tahun ini sebesar Rp 28,5 triliun.
"Saat ini sekitar 15 juta orang (yang menunggak)," ujar Kemal saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Adapun proyeksi defisit tahun ini sebesar Rp 28,5 triliun berasal dari sisa penambalan tahun lalu sebesar Rp 9,1 triliun dan khusus tahun ini sebesar Rp 19 triliun. "Estimasi kita pada current running seperti ini Rp 28,5 triliun. Ini carried dari tahun lalu Rp 9,1 triliun plus yang ada tahun ini kan Rp 19 triliun," jelasnya.
Untuk memperkecil defisit, BPJS kesehatan akan melakukan pendataan ulang peserta yang selama ini belum melakukan pembayaran secara disiplin. Selain itu, pihaknya juga akan mendata peserta yang tak lagi masuk dalam keanggotaan atau telah meninggal dunia (cleansing data).
"Cleansing data ini masalah teknis ya terus setiap hari kita cleansing data. Proses data cleansingkan tidak sekali kita lakukan. Ini tiap hari kita. Anda kalau ke Puskesmas, atau ke kantor BPJS selalu ditanya apakah status berubah, nomer HP berubah dan sebagainya," jelasnya.
Â
Advertisement
Perbaikan Data Peserta
BPJS Kesehatan juga akan menindaklajuti berbagai temuan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Beberapa di antaranya yaitu perbaikan data peserta, perbaikan manajemen serta bentuk pelayanan terhadap masyarakat.
"Saya kira ini sudah jelas bahwa BPJS itu perlu menindaklanjuti ahsil audit BPKP yang dilakukan pada akhir 2018. Ada serangkaian yang harus kita lakukan dan tentu ini membutuhkan koordinasi dengan kemenkeu, ementerian dalam negeri, dengan kementerian kesehatan, dengan pemda, termasuk swasta juga," tandasnya.