Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghadiri rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dalam kesempatan itu, dia mengatakan hingga kini masih ada badan usaha atau perusahaan yang belum terdaftar BPJS Kesehatan.
"Pertama, temuan BPKP ada badan usaha yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Jadi mereka ada badan usaha meng-hire punya pekerja tapi mereka belum membayar kan kepada pekerjanya itu atau belum mendaftar," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Ketidakikutan badan usaha tersebut menjadi salah satu penyebab berkurangnya penerimaan BPJS Kesehatan. Selain belum terdaftar, ada juga badan usaha yang dengan sengaja mengurangi jumlah karyawan untuk mengurangi pembayaran kewajiban terhadap negara.
"Ada yang sudah mendaftar tapi jumlah karyawannya dikurang-kurangi. Jadi kalau jumlah karyawannya 100 diakuinya mungkin lebih kecil dari 100 supaya tadi iuran mereka lebih sedikit. Atau, badan usaha yang melaporkan gaji pegawainya direndah-redahin karena tadi persentasi 5 persen dari penghasilan tetap mereka," jelasnya.
Sri Mulyani melanjutkan, ke depan pemerintah bersama BPJS Kesehatan akan bekerja keras untuk mendata kembali badan usaha yang belum terdaftar BPJS Kesehatan. Dengan demikian, jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia bisa berkelanjutan untuk jangka panjang.
"Itu jadi temuan BPKP dan dalam hal ini, kita harus bekerja sama dengan para instansi terkait termasuk dinas tenaga kerja agar kepatuhan dunia usaha dalam hal BPJS Kesehatan tersebut bisa ditingkatkan," tandasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Biayai Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Gelontorkan Rp 48,8 Triliun
Pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 48,8 triliun untuk membiayai iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di 2020. Angka ini tercatat naik naik 82 persen dibandingkan tahun 2019 yang hanya sebesar Rp 26,7 triliun.
PBI merupakan golongan peserta BPJS Kesehatan dari rakyat miskin sehingga dibiayai pemerintah. Adapun pada tahun ini sebanyak 96,8 juta orang yang masuk dalam daftar PBI BPJS Kesehatan yang dibiayai menggunakan APBN.
"Untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kita meningkatkan anggaran dari Rp 26,7 triliun menjadi Rp 48,8 triliun," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN 2020 di Jakarta, Jumat (16/8).
BACA JUGA
Peningkatan anggaran PBI JKN ini pun bertujuan untuk menjamin kesinambungan layanan kesehatan yang berkualitas. Pemerintah ingin memastikan layanan asuransi kesehatan itu tetap optimal meski BPJS Kesehatan defisit.
Di samping itu dalam RAPBN 2020, tarif iuran segmen non PBI disesuaikan dengan mempertimbangkan tingkat kolektibilitas. Kendaati begitu dia tidak membeberkan lebih jauh terkait kenaikan iuran segmen non PBI.
"Tarif iuran baru membantu defisit BPJS dan meningkatkan kolektibilitas iuran dari masyarakat," katanya.
Sri Mulyani menambahkan pada tahun depan, BPJS Kesehatan akan melakukan perbaikan sistem dan manajemen JKN agar defisit BPJS Kesehatan dapat berkurang. Terdapat beberapa cara yang akan dilaksanakan oleh badan itu.
Misalnya seperti perbaikan sistem kepesertaan dan manajemen iuran, perbaikan strategic purchasing, sinergitas antar penyelenggara jaminan sosial, perbaikan sistem pencegahan fraud, hingga pengendalian biaya operasional.
Kemdudian tak kalah penting, pada tahun 2020 pemerintah juga akan memperluas percepatan penagangan stanting di 260 kabupaten dan kota tersebar di seluruh daerah. Jumlah ini naik dari 2019 yang hanya mencapai 160 kabupaten dan kota.
"Dalam anggaran kesehatan paling penting perlu dilihat stunting. Stunting dinaikkan menjadi 260 kabupaten kota," tandas dia.
Advertisement