3 Alasan Transaksi Uang Tunai di Atas Rp 100 Juta Harus Dilarang

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali mendorong pelarangan transaksi uang tunai di atas Rp 100 juta.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 13 Sep 2019, 10:31 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2019, 10:31 WIB
Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae
Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali mendorong pelarangan transaksi uang tunai di atas Rp 100 juta. RUU ini adalah prioritas PPATK yang mereka siap perjuangkan di DPR periode mendatang.

Jika RUU ini lolos, maka transaksi uang tunai di atas Rp 100 juta akan dilarang dengan beberapa pengecualian, seperti terhadap usaha ritel dan daerah yang infrastrukturnya kurang memadai.

Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyebut wacana pembatasan uang tunai ini mengikuti international best practice. Jika lolos, RUU ini juga menunjang prinsip cashless society di Indonesia seperti yang selama ini digemakan BI dan OJK.

"Itu baru himbauan mau nurut atau tidak enggak apa-apa. Tapi kalau RUU ini disetujui, itu memang harus orang melakukan itu," jelas Dian kepada Liputan6.com pada Kamis (12/9/2019) di Gedung Pusdiklat PPATK di Depok.

Selain mengikuti international best practice, apa saja argumen PPATK agar melarang transaksi uang tunai di atas Rp 100 juta? Berikut ulasannya:

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

1. Pemberantasan Korupsi

Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi (Istimewa)

Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menyorot maraknya kasus tangkap tangan kasus korupsi yang dilakukan KPK. Dalam kasus-kasus itu, tersangka selalu kedapatan menyerahkan uang haram dengan cara tunai ketimbang lewat bank yang notabene mudah diawasi.

PPATK yakin RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal pun bisa meminimalisir kejadian tersebut karena bank tak boleh melayani transaksi di atas Rp 100 juta. Kiagus pun menargetkan supaya pelaku korupsi, seperti pencucian uang, tak bisa menikmati hasil kejahatan mereka supaya kapok.

2. Efisiensi Ekonomi

20151101-Penyimpanan Uang-Jakarta
Tumpukan uang di ruang penyimpanan uang BNI, Jakarta, Senin (2/11/2015). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat jumlah rekening simpanan dengan nilai di atas Rp2 M pada bulan September mengalami peningkatan . (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae berkata pembatasan transaksi uang tunai perlu dilakukan agar mengurangi risiko bagi orang yang membawa uang tunai dalam jumlah banyak. Pembatasan transaksi pun membuat ekonomi efisien sangat karena peredaran uang jadi mudah terukur.

"Artinya bayangkan orang melakukan transaksi di luar sistem dia mencairkan uang dibawa dan sebagainya dengan berbagai risiko. Ekonomi jadi sangat tidak efisien," ujar Dian.

3. Menyetop Peredaran Uang Palsu

Pengungkapan kasus uang palsu.
Pengungkapan kasus uang palsu. (Liputan6.com/ Ady Anugrahadi)

Dian juga percaya RUU ini bisa menjadi solusi melawan peredaran uang palsu karena aturan ini mendorong rakyat agar memakai transaksi digital yang lebih aman dan mudah diawasi. Kegiatan ini juga memudahkan koordinasi antara PPATK dengan BI dan perbankan.

"Itu lebih bagus agar orang itu ditransfer uang saja antar lembaga untuk mencegah beredarnya uang palsu, karena kita tahu bahwa nanti yang beredar di masyarakat itu uang rupiah hanya terbatas," jelas Dian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya