Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo menyatakan pihaknya selaku regulator berkomitmen untuk memajukan ekonomi keuangan digital di Indonesia. Salah satunya dengan mendorong perkembangan industri financial technology (fintech) di Tanah Air.
"Salah satu inovasi stabilisasi saya sampaikan, BI merubah pendekatan sandbox yang selama ini regulatory approach atau pendekatan peraturan menjadi development approach pendekatan membangun," kata Perry saat ditemui dalam acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, di JCC, Jakarta, Senin (23/9).
Dia mengungkapkan hal tersebut merupakan salah satu kemudahan yang diberikan oleh regulator untuk start up di bidang keuangan. Sebelumnya, regulator hanya menunggu fintech mengajukan izin khususnya terkait payment sistem. Namun dengan adanya inovasi tersebut regulator dan fintech berjalan beriringan terutama dengan adanya sistem pembayaran 2025.
Advertisement
Baca Juga
"Melalui sisk sistem pembayaran 2025, kita development approach, artinya kita bergandengan tangan dengan pemerintah, OJK, asosiasi-asosiasi ini, dan juga dunia usaha untuk mari kita kembangkan startup secara bersama," ujarnya.
Startup keuangan tersebut juga meliputi UMKM, untuk pasar tradisional dan untuk operasi keuangan.
"Semua startup itu kita kembangkan dan kemudian kita hubungkan dengan pelaku usaha di bidang keuangan," ujarnya.
Kemudian dalam prosesnya, startup tersebut terbagi dua yakni di bawah pengawasan OJK atau BI. "Regulasi yang pas apa? Kalau regulasi terkait payment sistem ke bank Indonesia, kalau regulasi yang terkait dengan Jasa Keuangan lain seperti crowdfunding, p2p lending itu tentu saja akan ke OJK. kerjasama ini yang terus kita lakukan," ujarnya.
Berdasarkan data OJK, hingga Agustus 2019 OJK tercatat 48 perusahaan fintech yang masuk ke dalam 15 kluster inovasi keuangan digital. Tak hanya itu, untuk fintech yang sudah terdaftar dan beriizin tercatat sebanyak 127 perusahaan fintech peer to peer lending.
Â
Reporter:Â Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Ingin Pasar Direbut Fintech, Ini Pesan Gubernur BI ke Perbankan
Maraknya digitalisasi layanan keuangan membuat Bank Indonesia (BI) mempersiapkan langkah dalam melawan efek sampingnya, yakni shadow banking. Kehadiran shadow banking adalah akibat layanan keuangan yang tak diregulasi sehingga membahayakan konsumen. Kini, shadow banking menjamur akibat fintech ilegal.
Gubernur BI Perry Warjiyo berkata perlu ada aksi proaktif dari perbankan, yakni lewat digitalisasi. Nantinya perbankan digital harus terkoneksi fintech agar pengawasan bisa berjalan.
"Perlu tetap menempatkan digitalisasi perbankan sebagai core atau inti dalam integrasi tadi. Makanya kita dorong perbankan digitalisasinya agar terus berkembang pesat. Juga bagaimana fintech itu interlink dengan perbankan supaya tidak terjadi perbankan maya atau shadow banking," ujar Gubernur BI di Bali, Kamis (29/8/2019).
Indonesia sendiri tengah mengalami pertumbuhan fintech yang pesat. Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menyebut mereka hanya punya enam anggota di tahun 2016, kini mereka sudah punya 250 anggota.
Advertisement
Seberapa Besar Ancamannya?
Lantas seberapa besar ancaman shadow banking di Indonesia? Kepala BI Insitute Solikin M. Juhro berkata ancaman di Indonesia masih minim ketimbang negara lain seperti China yang fintech-nya sudah amat besar, tetapi perbankan memang harus gencar melakukan digitalisasi untuk antisipasi.
"Perbankan harus digitalize. Integrasikan fintech dengan perbankan supaya enggak ada fintech liar tapi dia operated berdasarkan praktik perbankan yang terdigitalisasi. Integrate fintech and conventional banking," ujar Solikin.
Gubernur Perry menyebut mendukung penuh digitalisasi, baik itu untuk start up atau UMKM. Akan tetapi inovasi dalam hal perlindungan konsumen dan melawan risiko digital juga tidak boleh tertinggal, serta ekonomi digital harus fokus pada kepentingan nasional.Â