Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Bidang SDM dan Sertifikasi, Hari Setiyono menyebutkan penerapan bahasa Indonesia di industri perhotelan membutuhkan waktu lama, karena konsep operasional hotel berasal dari luar negeri.
"Artinya, kami butuh waktu, dan itu lama sosialisasinya mengubah istilah asing menjadi bahasa Indonesia," kata Hari dikutip dari Antara, Jumat (11/10/2019).
Baca Juga
Hari menyebutkan kebijakan pemerintah terhadap penggantian istilah asing dengan bahasa Indonesia yang dituangkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tidak semudah membalik telapak tangan.
Advertisement
Alasannya, kata dia, penamaan bahasa asing pada industri perhotelan saat ini sudah sangat menyeluruh.
"Selain itu, ada kalangan tertentu yang menyebut pola ini merupakan langkah mundur, sebab pernah terjadi di tahun '90 an," tuturnya.
Meski demikian, PHRI akan berusaha menyampaikan ke seluruh anggota/pengurus PHRI untuk bisa menerapkan kebijakan ini.
Ia mengingatkan sebenarnya konsep Perpres NNomor 63 Tahun 2019 pernah menjadi imbauan pemerintah pada tahun 1990-an untuk menggunakan bahasa Indonesia, sehingga ini merupakan langkah mundur dan seolah mengubah kesan.
"Contoh nyata, dulu ada Tunjungan Plaza diubah menjadi Plaza Tunjungan, atau nama besar masih memungkinkan," katanya.
Akan menjadi aneh, kata dia, ketika peralihan bahasa itu masuk ke dalam operasional hotel, seperti halnya Room Boy yang menjadi jabatan cukup populer, berubah jadi Juru Kamar. Kemudian, Waitress berganti nama menjadi pramusaji dan seterusnya.
"Dari situlah PHRI Jatim memandang, butuh waktu yang lama untuk menyosialisasikan Perpres 63 Tahun 2019, sekaligus menyesuaikan secara keseluruhan kepada seluruh hotel-hotel yang ada di Jawa Timur," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perpres Diteken, Kantor Pemerintahan dan Swasta Wajib Berbahasa Indonesia
Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia pada 30 September 2019. Dalam aturan tersebut, pejabat negara termasuk presiden dan wakil presiden wajib menggunakan Bahasa Indonesia dalam pidato resmi di dalam atau luar negeri.
Peraturan Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada hari yang sama oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Baca Juga
Dalam Perpres ini, penggunaan Bahasa Indonesia harus memenuhi kriteria Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sesuai dengan kaidah yang meliputi kaidah tata bahasa, kaidah ejaan, dan kaidah pembentukan istilah, sebagaimana diatur dengan Peraturan Menteri.
Menurut Perpres tersebut, Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan, mencakup pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan serta pengejaan.
Dalam Perpres ini juga menyebutkan, bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara. Mulai dari surat keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas diri, akta jual beli, surat perjanjian, dan putusan pengadilan.
"Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri," bunyi Pasal 5 Perpres tersebut dikutip dalam halaman setkab.go.id.
Kemudian, ditegaskan dalam Perpres tersebut, penyampaian pidato resmi Presiden atau Wakil Presiden pada forum nasional hingga internasional yang diselenggarakan di dalam negeri dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Dalam pasal 9 berbunyi, Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan perlakuan yang sama dalam penggunaan bahasa terhadap kepala negara atau kepala pemerintahan, wakil kepala negara atau wakil kepala pemerintahan, sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa, dan/atau pimpinan tertinggi organisasi internasional yang melakukan kunjungan resmi ke Indonesia berdasarkan asas kedaulatan negara, asas resiprositas, dan kebiasaan internasional.
Advertisement
Forum Nasional
Menurut Perpres ini, Presiden dan Wakil Presiden serta pejabat negara yang lain menyampaikan pidato resmi dalam Bahasa Indonesia pada forum nasional paling sedikit meliputi upacara kenegaraan, upacara perayaan 17 Agustus dan hari besar nasional yang lain.
Seperti upacara resmi dalam sidang lembaga tinggi negara, penyampaian rencana anggaran pendapatan dan belanja negara atau rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan rapat kerja pemerintah atau lembaga tinggi negara serta forum nasional lain yang menunjang pada tujuan penggunaan Bahasa Indonesia.
"Dalam hal diperlukan untuk memperjelas pemahaman tentang makna pidato, pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan dalam Bahasa Indonesia dapat memuat Bahasa Asing," bunyi Pasal 15 Perpres.
Kemudian, dalam peraturan tersebut juga tertulis pidato resmi Presiden dan Wakil Presiden di luar negeri pada forum yang diselenggarakan di luar negeri dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Dalam Perpres disampaikan dalam forum resmi yang diselenggarakan perserikatan bangsa-bangsa, organisasi internasional; atau negara penerima.
"Penyampaian pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dapat disertai dengan atau didampingi oleh penerjemah," Pasal 18 Perpres ini.
Selanjutnya, Perpres tersebut Presiden dan atau Wakil Presiden dapat menyampaikan isi pidato sebagaimana dimaksud secara lisan dalam Bahasa Asing dan diikuti dengan transkrip pidato dalam Bahasa Indonesia. Menurut Perpres ini, Pidato Presiden dan Wakil Presiden yang tidak termasuk sebagai pidato resmi.
Lalu, Perpres ini juga menyebutkan, dalam hal diperlukan, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat menyampaikan pidato resmi dalam bahasa tertentu selain Bahasa Indonesia pada forum internasional.
Bahasa tertentu sebagaimana dimaksud meliputi bahasa resmi Perserikatan Bangsa Bangsa yang terdiri atas bahasa Inggris, Prancis, Cina, Rusia, Spanyol, dan Arab, serta bahasa lain sesuai dengan hukum dan kebiasaan internasional.
"Ketentuan mengenai pidato resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud berlaku secara mutatis mutandis terhadap pidato resmi pejabat negara yang lain sesuai dengan derajat jabatan dan/atau tata cara protokol yang berlaku bagi pejabat yang bersangkutan," bunyi Pasal 22 Perpres tersebut.