Utang Dunia Meroket Jadi Rp 3,5 Juta Triliun, Salah Siapa?

Utang dunia membengkak. Kenapa bisa?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 17 Nov 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2019, 12:00 WIB
Ilustrasi dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Washington, D.C. - Jumlah utang di seluruh dunia menembus rekor baru di paruh awal tahun 2019. Utang dunia tercatat mencapai USD 250 triliun atau Rp 3,5 juta triliun (USD 1 = Rp 14.072).

Berdasarkan laporan International Institute of Finance (IIF), angka itu naik USD 7,5 triliun (Rp 105 ribu triliun) dari tahun sebelumnya.

Peningkatan utang itu akibat dua negara yang sedang terlibat perang dagang: Amerika Serikat dan China. Dua negara itu berkontribusi pada 60 persen peningkatan utang dunia.

Tak hanya AS dan China, utang di negara-negara berkembang juga berkembang drastis. Laporan IIF juga meyakini utang di dunia akan menyentuh USD 255 triliun di penutup tahun.

"Utang pasar negara berkembang (Emerging Market) juga menyentuh rekor terbaru sebesar USD 71,4 triliun (Rp 1 juta triliun). Dengan sedikitnya tanda perlambatan akumulasi utang, kami memperkirakan utang global akan melewati USD 255 triliun (Rp 3,58 juta triliun) di akhir Rp 2019," jelas laporan IIF.

CNBC menyebut fenomena menurunnya suku bunga memberikan kemudahan luar biasa bagi dunia korporasi dan negara-negara untuk meminjam uang. Presiden AS Donald Trump juga kerap menuntut Bank Sentral negaranya untuk menurunkan suku bunga.

Sementara, IMF bulan lalu sudah meningatkan bahaya tingginya utang korporat akibat rendahnya suku bunga dari berbagai bank sentral. Pasalnya, 40 persen dari utang-utang korporasi di negara ekonomi major, seperti AS, China, Jepang, dan Inggris, sedang menghadapi risiko default.

Total utang-utang korporat itu sebesar USD 19 triliun (Rp 267 ribu triliun). Utang itu terancam default jika perekonomian dunia kembali mengalami downturn.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Begini Kondisi Utang Luar Negeri Indonesia hingga Kuartal III

Rupiah Menguat di Level Rp14.264 per Dolar AS
Pekerja menunjukan mata uang Rupiah dan Dolar AS di Jakarta, Rabu (19/6/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sore ini Rabu (19/6) ditutup menguat sebesar Rp 14.269 per dolar AS atau menguat 56,0 poin (0,39 persen) dari penutupan sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada kuartal III 2019 terkendali dengan struktur yang sehat. Total utang Indonesia adalah USD 395,6 miliar atau Rp 5.567 triliun (USD 1 = Rp 14.074).

Utang itu terdiri atas ULN publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar USD 197,1 miliar dan ULN swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 198,5 miliar dolar. 

ULN Indonesia tersebut tumbuh 10,2 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan ULN pemerintah di tengah perlambatan ULN swasta.

Pengelolaan utang luar negeri pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sektor-sektor tersebut adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial (19,0 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,5 persen), sektor jasa pendidikan (16,0 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,3 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (13,7 persen).

ULN swasta tumbuh melambat dari triwulan sebelumnya. Posisi ULN swasta pada akhir triwulan III 2019 tumbuh 10,4 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 11,3 persen (yoy).

Perlambatan utang luar negeri swasta tersebut terutama disebabkan penurunan ULN Bank. Secara sektoral, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), sektor industri pengolahan, serta sektor pertambangan dan penggalian. Pangsa ULN di keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,4 persen.

Struktur Sehat

BI Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur BI Perry Warjiyo bersiap Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (20/6/2019). Rapat memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

BI menyebut struktur ULN Indonesia tetap sehat. Ini berkat penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Kondisi tersebut tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan III 2019 sebesar 36,3 persen, membaik dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya.

Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan pangsa 88,1 persen dari total ULN. Dalam rangka menjaga struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus meningkatkan koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.

Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya