Liputan6.com, Jakarta - Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyatakan jika pembelian saham perusahaan media milik Erick Thohir, Mahaka Media, oleh Jiwasraya memberi keuntungan bagi perusahaan sebesar Rp 2,8 miliar.
Menurut Arya, persentase keuntungannya mencapai 18 persen.
"Jadi untung ketika Jiwasraya beli saham Mahaka. Persentase keuntungannya 18 persen lebih, beda sama dia beli saham lain, saham gorengan," ujar Arya dalam pernyataannya kepada awak media, Jumat (27/12/2019).
Advertisement
Arya menjelaskan, Jiwasraya membeli saham Mahaka pada tanggal 23 Januari 2014 dengan harga per lembar Rp 95 dan nilai total Rp 14,9 miliar.
Â
Baca Juga
Kemudian, Jiwasraya menjual saham tersebut dua kali pada 17 Desember 2014. Pertama, dia menjual saham per lembarnya Rp 114 dengan nilai sekitar Rp 11 miliar.
"Lalu di hari yang sama dia jual lagi Rp 6 miliar, per lembarnya Rp 112. Jadi terbukti ketika jual dua kali di hari yang sama, itu dia beli di market karena ada perbedaan harga sampai dengan Rp 2," tuturnya.
Setelah dihitung, ternyata perusahaan asuransi tersebut mendapat untung yang cukup besar dari pembelian saham Mahaka. Arya menyatakan, justru keuntungan ini melebihi bunga bank bahkan bunga produk mereka, JS Saving Plan.
Sebelumnya, Arya menegaskan jika pembelian saham Mahaka memang dilakukan berdasarkan mekanisme pasar.
"Dia (Jiwasraya) beli di market. Kalau di market kan bebas mau siapa jual siapa beli, bukan investasi gimana, dia kan bebas jual beli kalau di market," ungkap Arya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Demi Bertahan Hidup, Jiwasraya Bakal Jual Saham Undervalue
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga membeberkan opsi langkah memulihkan kondisi keuangan perusahaan asuransi, Jiwasraya, yang saat ini sedang bermasalah.
Opsi tersebut, antara lain dengan melepas saham undervalue yang dimiliki perusahaan. Ini adalah opsi pemulihan alternatif setelah pembentukan holding BUMN asuransi yang akan rampung kuartal I-II tahun 2020.
"Kita akan melakukan penjualan aset finansial, saham undervalue, itu diharapkan bisa Rp 5 triliun ke atas," ujar Arya di Kementerian BUMN, Kamis (26/12/2019).
Arya menyatakan, nilainya mungkin saja bisa lebih dari itu. Harapannya saham undervalue Jiwasraya akan bernilai Rp 5,6 triliun bahkan Rp 6 triliun.
Nantinya, kata dia, yang akan menjadi fokus restrukturisasi ialah pembayaran klaim nasabah.
"Nasabah kan (nanti) dibayar, belum sama bunganya dulu, yang penting penyelamatan dulu. Saya nggak mau ngomong total utang pokoknya," ujar Arya.
Di sisi lain, Arya juga sempat menyinggung bahwa Jiwasraya melakukan make up laporan keuangan demi menjadi sponsor klub bola asal Inggris, Manchester City.
"Kita lihat posisi (laporan keuangan) 2014, posisi Jiwasraya jelek, dia masih membackup dirinya sebagai sponsor klub Manchester City. Dikira bisa bayar pakai uang nasabah," tuturnya.Â
Advertisement
Kementerian BUMN: Sudah Jelek Jiwasraya Masih Nekat Sponsori Manchester City
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan keheranan saat mengetahui jika perusahaan asuransi Jiwasraya nekat mengubah laporan keuangan demi menjadi sponsor salah satu klub sepakbola, Manchester City.
Padahal, menurut Arya, kinerja Jiwasraya sudah "jelek" dan harusnya tidak melakukan hal demikian. "Kalau kita lihat posisi (laporan keuangan) 2014 posisi Jiwasraya jelek. Dia masih bisa backup dirinya jadi sponsor klub Manchester City," ujar Arya di Kementerian BUMN, Kamis (26/12/2019).
Dia juga mempertanyakan langkah perusahaan yang seharusnya pembayaran klaim nasabah menggunakan hasil investasi, bukan dari premi-premi nasabah yang baru. "Itu namanya gali lubang tutup lubang," imbuhnya.
Arya melanjutkan, agar operasional Jiwasraya bisa terselamatkan, maka jalan keluarnya adalah membentuk holding BUMN asuransi yang sedang diproses dan ditargetkan selesai pada kuartal 1 atau 2 tahun depan.
Kemudian, alternatif lainnya adalah menjual aset keuangan perusahaan terutama saham dengan nilai undervalue.
"Kita akan jual aset saham undervalue, itu nilainya bisa Rp 5 triliun ke atas. Kita harapkan Rp 5,6 triliun atau hampir Rp 6 triliun," ujarnya.Â