Indonesia Punya Pesawat Tanpa Awak Pengintai Teroris hingga Maling Ikan

Pesawat Udara Nir Awak PUNA MALE untuk menangkal ancaman teritorial seperti penyelundupan, pembajakan, terorisme, serta pencurian sumber daya alam

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Des 2019, 17:32 WIB
Diterbitkan 30 Des 2019, 17:32 WIB
Pesawat Udara Nir Awak jenis Medium Altitude Long Endurance
Pesawat Udara Nir Awak jenis Medium Altitude Long Endurance (PUNA MALE).

Liputan6.com, Jakarta - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengenalkan model Pesawat Udara Nir Awak jenis Medium Altitude Long Endurance (PUNA MALE) untuk menangkal ancaman teritorial seperti penyelundupan, pembajakan, terorisme, serta pencurian sumber daya alam.

Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro pada Senin mengatakan PUNA MALE merupakan pesawat efisien yang sangat diperlukan untuk mendukung upaya menjaga kedaulatan NKRI dari udara.

"Tahun depan targetnya bisa terbang perdana. Sekarang masih development manufacturing," kata Elfien di Hangar Rotary Wing PTDI seperti dikutip dari Antara Senin (30/12/2019).

Ia menjelaskan, pesawat itu hanya membutuhkan landasan sepanjang sekitar 700 meter untuk lepas landas maupun mendarat serta mampu terbang hingga setinggi 20 ribu kaki dengan kecepatan maksimum 235 kilometer per jam.

"Pesawat ini dirancang untuk mampu terbang selama 30 jam di udara. Untuk sertifikasinya kita targetkan tahun 2024. Nanti dilengkapi dengan rudal," kata dia.

Elfien mengatakan bahwa pada tahun 2020 akan dibuat dua lagi prototipe pesawat nirawak itu, masing-masing untuk uji terbang dan uji kekuatan struktur di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Pada tahun yang sama, proses sertifikasi produk militer juga akan dimulai. Pesawat nirawak itu diharapkan pada akhir tahun 2021 sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI.

Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan pesawat PUNA MALE juga akan disiapkan untuk mendukung pengawasan hutan dan lahan.

"Karhutla itu setiap tahun terjadi, itu butuh pengawasan yang terus terhadap awan, terhadap cuaca, terhadap titik panas, terhadap tinggi muka air dari lahan gambut," kata Hammam.

Ia menjelaskan, teknologi sintetik aparatur radar yang akan dipasang di PUNA MALE memungkinkan pemeriksaan kandungan air hingga menembus 30 cm di bawah permukaan tanah.

"Jadi kita bisa mengukur seberapa banyak air yang dikandung. Sebelum tanah itu kering, kita bisa sirami itu, sehingga tidak muncul kebakaran hutan dan hotspot (titik panas)," kata dia.  

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tak Lagi Ditenggelamkan, Pemerintah Kaji Kapal Pencuri Ikan Diberikan ke Nelayan

KKP menangkap satu) kapal perikanan asing (KIA) asal Malaysia di perairan laut teritorial Indonesia Selat Malaka. (Foto: KKP)
KKP menangkap satu) kapal perikanan asing (KIA) asal Malaysia di perairan laut teritorial Indonesia Selat Malaka. (Foto: KKP)

Masuknya kapal asing pencuri ikan di perairan laut Indonesia memasuki babak baru di periode kedua Presiden Jokowi. Bila sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan dibawah Susi Pudjiastuti tegas menenggelamkan kapal tersebut, kini dibuka wacana pemanfaatan.

Tak lagi ditenggelamkan, kapal tersebut bakal diberikan kepada pihak ketiga. Misalnya kepada nelayan dalam bentuk koperasi atau diberikan kepada lembaga pendidikan dibawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Nanti dibicarakan dengan Menteri Keuangan yang akan menentukannya juga," kata Menko Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya, Jakarta, Selasa (10/12).

Luhut melanjutkan, langkah ini dinilai bentuk efisiensi ketimbang membuat kapal baru untuk kebutuhan. Namun, rencana kebijakan ini bukan berarti pemerintah melemah. Sebab, kapal asing pencuri ikan yang lari akan tetap ditindak dan ditenggelamkan. 

"Jadi jangan salah, jangan dipikir kita jadi lunak, enggak kok," kata Luhut.

Apalagi kata Luhut ini perintah dari Presiden Jokowi untuk melakukan efisiensi. "Yang bikin aturan ini juga bukan saya, Pak Jokowi yang meminta," sambung Luhut.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo mengusulkan kapal asing pencuri ikan yang disita negara diberikan kepada pihak ketiga untuk dimanfaatkan dan tidak lagi ditenggelamkan. Misalnya diberikan kepada nelayan, koperasi, lembaga pendidikan atau lembaga kesehatan.

Kapal yang diberikan ke pihak ketiga tersebut merupakan hasil sitaan dari penangkapan ikan ilegal di perairan Indonesia yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

"Kami mengusulkan kalau bisa diserahkan ke pihak ketiga," kata Edhy di Gedung Mina Bahari III, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (9/12).

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya