Liputan6.com, Jakarta - PT Schroder Investment Management Indonesia optimistis tetapi hati-hati terhadap pasar saham Indonesia pada 2025. Hal ini seiring ada risiko dan gangguan terutama pada paruh pertama 2025.
Dalam riset Schroders Indonesia Outlook 2025 menyebutkan, kejelasan mengenai kebijakan domestik dan asing adalah faktor kunci. Schroder melihat harapan pemerintah terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) YoY sebesar 5,2 persen dan harapan konsensus terhadap pertumbuhan earning per share (EPS) YoY sekitar 10 persen pada 2025 akan membuat Indonesia menjadi salah satu pasar yang tangguh secara global.
Baca Juga
“Program-program pemerintah yang terlihat pro-konsumsi dan pertumbuhan secara teori positif untuk pasar saham. Sementara itu, kami masih mengharapkan pertumbuhan laba perusahaan yang sehat dari sektor-sektor seperti perbankan dan konsumen,” demikian seperti dikutip, Senin (27/1/2025).
Advertisement
Selain itu, Schroder memperkirakan gangguan dapat datang baik dari sisi global seperti kembalinya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) maupun dari dalam negeri. “Investor juga terus mencermati eksekusi kebijakan dari kabinet yang baru. Pergerakan mata uang juga sangat penting untuk pasar saham,” demikian seperti dikutip.
Sedangkan dari sisi valuasi, Indonesia dinilai masih diperdagangkan pada valuasi yang menarik sebesar 12,1 kali PE 2025 yang masih lebih murah dibandingkan dengan peers negara maju seperti AS dan Jepang serta peers negara berkembang seperti India dan Malaysia.
Selain sentimen global, katalis domestik juga menjadi perhatian. Schroders melihat pasar saham Indonesia menguat pada awal 2024 didorong oleh kepercayaan investor terhadap pemerintah baru yang berjanji untuk memberikan kebijakan yang pro pertumbuhan dan konsisten.
"Kami masih meyakini bahwa kebijakan-kebijakan tersebut merupakan pendorong utama bagi pasar saham Indonesia,” demikian seperti dikutip.
Fokus Utama Kebijakan Pemerintah
Adapun Schroder juga telah memetakan fokus utama dari kebijakan-kebijakan itu antara lain kecukupan energi, kecukupan pangan, pembangunan manusia melalui pengembangan sekolah dan program makan bergizi gratis. Lalu, reformasi penyediaan layanan kesehatan, dan perumahan yang terjangkau.
"Dari program-program ini, kami pikir fokus utama pemerintah adalah konsumen, energi, pertanian, perawatan kesehatan dan properti. Meskipun semuanya baik di atas kertas, investor perlu memantai pelaksanaan kebijakan-kebijakan ini,” demikian seperti dikutip.
Selain itu, pertumbuhan fundamental adalah faktor kunci lainnya yang perlu menjadi fokus. Adapun pemerintah menargetkan pertumbuhan PDB YoY sebesar 5,2 persen pada 2025.
"Meskipun kami berharap ada pemulihan investasi pasca pemilu, daya beli dan konsumsi tetap menjadi perhatian utama,” demikian seperti dikutip.
Oleh karena itu, Schroder berharap pelaksanaan belanja pemerintah yang lancar dapat mendukung konsumsi pada tahun mendatang untuk mengatasi potensi risiko dari penurunan ekspor terkait komoditas.
Advertisement
Kinerja Laba Perusahaan Jadi Sentimen
Terkait laba perusahaan, Schroder belum melihat banyak dampak dari laba perusahaan terhadap penguatan indeks pada awal 2024 karena laba bersih year to date (Ytd) sebagian besar sesuai harapan dan kurang kejutan positif.
"Oleh karena itu, setiap kejutan positif dalam laba pada 2025 dapat menjadi katalis utama untuk pasar saham pada 2025. Saat ini konsensus mengharapkan pertumbuhan EPS YoY di sekitar 10 persen pada 2025,”
Schroder melihat secara keseluruhan meski hati-hati tetap bersikap oppurtunistik di pasar saham memasuki 2025 dan akan fokus pada pemilihan saham,
Schroder juga menyebutkan kepercayaan dan kenyamanan investor asing terhadap pasar saham Indonesia akan mendukung pasar dari penurunan yang berlebihan. Oleh karena itu, pihaknya berpikir ide tematik yang sangat penting untuk menghasilkan alpha serta mencari nama-nama yang diuntungkan dari kebijakan yang akan datang baik dari sisi pemerintah Indonesia dan kebijakan luar negeri.
"Meskipun faktor global mungkin terus mempengaruhi sentimen pasar, kami berpikir bahwa pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia akan menjadi katalis utama bagi pasar saham. Kami akan berhati-hati di awal tahun sebelum menginvestasikan lebih banyak di kemudian hari ketika kejelasan lebih lanjut tentang kebijakan muncul,”
Sentimen Global
Adapun sentimen global akan didorong dari kebijakan Donald Trump, Schroder juga melihat dalam hal aliran modal, pasar Indonesia masih memiliki potensi untuk mendapatkan manfaat dari sentimen lemah terhadap China karena Presiden terpilih Trump kemungkinan akan tetap bersikap keras terhadap China sementara ekonominya masih berjuang untuk pulih.
"Oleh karena itu, di pasar negara berkembang Asia, India bersama dengan negara-negara ASEAN seperti Indonesia akan menjadi fokus utama bagi investor saham global,” demikian seperti dikutip.
Schroder juga telah mulai melihat tren pembalikan pertumbuhan PDB dan laba bersih India yang jika terus berlanjut, pasar negara berkembang ASEAN termasuk Indonesia kemungkinan akan menarik perhatian investor saham global.
"Selain itu, kita mungkin terus melihat lebih banyak produsen yang mengalihkan fasilitas mereka dari China ke negara lain termasuk Indonesia, sehingga mendorong lebih banyak aliran foreign direct investment (FDI),”
Meskipun demikian, satu risiko negatif dari China adalah dalam hal perdagangan karena negara ini masih menjadi salah satu mitra dagang terbesar Indonesia. Meskipun berita utama terkait stimulus dapat memberikan dukungan kepada China dari waktu ke waktu, Schroder berpikir investor ingin melihat perbaikan dalam data makro China terlebih dahulu sebelum pemulihan menjadi struktural.
“Risiko bagi China adalah jika perang dagang dengan AS meningkat maka pertumbuhan PDB China akan menghadapi tantangan lebih lanjut karena ekspor telah menjadi pendorong pertumbuhannya dalam beberapa tahun terakhir dengan lemahnya permintaan domestic,” demikian seperti dikutip.
Advertisement