Liputan6.com, Jakarta - Survei PricewaterhouseCooper (PwC) menunjukkan lebih dari separuh kepala eksekutif perusahaan dunia memperkirakan perlambatan pertumbuhan ekonomi global tahun ini.
Survei, yang diterbitkan pada Senin (20/1) menjelang pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, menemukan 53 persen CEO di seluruh dunia memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi global akan turun, dibandingkan dengan 29 persen pada 2019.
Angka 53 persen tersebut menjadi tingkat pesimisme tertinggi sejak perusahaan akuntan itu mulai mengajukan pertanyaan pada 2012. Sementara itu, banyak saham-saham perusahaan besar melayang mendekati rekor tertinggi, di tengah mencairnya ketegangan perdagangan AS-China.
Advertisement
Baca Juga
Namun, 1.581 wawancara dengan CEO di 83 negara ini dilakukan sebelum China dan Amerika Serikat menandatangani kesepakatan awal untuk menyelesaikan beberapa sengketa perdagangan dan adanya risiko geopolitik lainnya. PwC mengatakan pertumbuhan global dapat melambat menjadi 2,4 persen pada 2020.
"Mengingat ketidakpastian yang masih ada tentang ketegangan perdagangan, masalah geopolitik dan kurangnya kesepakatan tentang bagaimana menghadapi perubahan iklim, penurunan kepercayaan dalam pertumbuhan ekonomi tidak mengejutkan," kata Ketua Jaringan Internasional PwC, Bob Moritz, dikutip dari Antara, Selasa (21/1).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ancaman Lain bagi Ekonomi
CEO juga semakin khawatir tentang ancaman dunia maya dan perubahan iklim. Lebih dari dua pertiga CEO yang disurvei percaya bahwa pemerintah-pemerintah akan memperkenalkan undang-undang baru untuk mengatur konten media sosial dan memecah perusahaan teknologi dominan.
Meskipun perubahan iklim tidak masuk dalam sepuluh besar ancaman terhadap prospek pertumbuhan dari para CEO, survei tersebut menemukan keinginan kuat di antara banyak pemimpin bisnis untuk mengurangi jejak karbon perusahaan mereka.
CEO sekarang dua kali lebih mungkin untuk 'sangat setuju' bahwa berinvestasi dalam inisiatif perubahan iklim akan meningkatkan keunggulan reputasi, kata PwC.
Reporter : Harwanto Bimo Pratomo
Sumber: Merdeka.com
Advertisement