BKPM: Perang AS-Iran Hanya Memperparah Pertumbuhan Ekonomi Global

Saat ini, ekonomi dunia masih menghadapi berbagai macam persoalan.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jan 2020, 19:15 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2020, 19:15 WIB
Bahlil Lahadalia
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, konflik Amerika Serikat (AS) dan Iran yang memanas dalam beberapa waktu belakangan hanya akan memperparah pertumbuhan ekonomi global. Menurutnya, kondisi ini tidak memberi keuntungan bagi negara manapun.

"Kalau konflik AS-Iran ini hanya memperparah pertumbuhan ekonomi global kenapa karena pertumbuhan ekonomi global kan sampai sekarang belum stabil," ujarnya di Kantor Kemenlu, Jakarta, Kamis (9/1).

Saat ini, kata Bahlil, ekonomi dunia masih menghadapi berbagai macam persoalan. Beberapa di antaranya yaitu isu brexit, perang dagang Amerika Serikat dan China, kemudian isu Bolivia di Amerika Latin.

"Isu brexit belum selesai, isu perang dagang China-AS belum selesai, kemudian isu bolivia di Amerika latin itu juga cukup mengganggu. Suriah, Irak, juga mengganggu. Itu beberapa variabel yang mengganggu ekonomi global. Diperparah lagi dengan Iran. Nah kita belum tahu sebesar apa implikasinya akibat persoalan Iran dan AS," tuturnya.

Untuk Indonesia sendiri, BKPM masih melakukan kajian apakah hubungan AS-Iran yang memanas akan membuat investor membawa dananya keluar menuju negara berkembang seperti Indonesia. "Kita lihat nanti. Kita sedang mengkaji semuanya," tandasnya.

 

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Saham Perusahaan Alat Perang Raup Untung Saat Konflik Iran-AS Memanas

Saham-saham perusahaan yang memproduksi persenjataan di Asia melonjak. Kenaikan imbas konflik yang terjadi antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Beberapa saham dari perusahaan tersebut terpantau naik hingga lebih dari 20 persen.

Konflik Iran dan AS terus memanas. Terakhir negara ini menyerang beberapa pangkalan yang menampung pasukan Amerika di Irak.

Melansir laman CNBC, Rabu (8/1/2020), saham produsen senjata Victek di Korea Selatan melonjak hingga 26 persen di pagi hari. 

Demikian pula saham Hanil Forging Industrial melonjak lebih dari 21 persen. Kemudian Speco, yang membuat produk militer, melonjak 18 persen.

Di Jepang, saham Ishikawa Seisakusho, yang memproduksi ranjau darat, melonjak sekitar 24 persen. Tokyo Keiki, yang memproduksi sistem navigasi untuk penggunaan militer, naik lebih dari 13 persen.

Tercatat pula, saham Howa Machinery, yang memasok senapan dan mortir, naik sekitar 16 persen.

Di China, saham perusahaan terkait militernya ikut naik hingga 10 persen. Mulai dari Nhui Great Wall Military Industry, Linzhou Heavy Machinery Group, Tianjin Motor Dies and Aerospace CH UAV.

Kondisi ini juga membuat pasar global jatuh. Sementara harga emas dan minyak justru melonjak, setelah melemah di awal pekan ini.

Konflik Iran-AS memanas kembalil usai pembunuhan terhadap Komandan Militer Iran, Qasem Soleimani, pekan lalu oleh Amerika di Irak.

Iran kemudian menyerang pangkalan militer Amerika Serikat (AS) dengan lusinan rudal balistik. Target penyerangan adalah pangkalan udara Al Asad dan Erbil yang berlokasi di Irak.

Menurut CBS, tak ada korban jiwa dari pihak militer AS. Justru korban tewas dari pihak Irak. 

Islamic Revolutionary Guard Corps (IRGC) atau Korps Pengawal Revolusi Islam Iran mengaku bertanggung jawab atas serangan ini. Penyerangan terjadi beberapa hari setelah kematian Jenderal Qasem Soleimani yang berpengaruh di Iran. 

"Para prajurit di unit aerospace IGRC telah melancarkan serangan sukses dengan puluhan rudal balistik ke pangkalan militer Al Asad atas nama martir Jendereal Qasem Soleimani," ungkap IGRC. 

Sebelum diserang Iran, pangkalan militer Al Asad pernah dikunjungi Presiden Donald Trump dan istrinya Melania pada 2018. Keduanya datang sebagai kejutan Natal bagi prajurit AS di Irak. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya