Impor Bahan Baku dari China Anjlok 31 Persen

Pada minggu ke-5 bulan Januari 2020 terdapat penurunan impor keseluruhan sebesar 39,60 persen.

oleh Athika Rahma diperbarui 13 Feb 2020, 17:49 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2020, 17:49 WIB
Kinerja Ekspor dan Impor RI
Aktivitas bongkar muat barang ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/7). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor dan impor Indonesia mengalami susut signifikan di Juni 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Bea dan Cukai Syarif Hidayat menyatakan, impor dari China ke Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Data Ditjen Bea dan Cukai menunjukkan, pada minggu ke-5 bulan Januari 2020 terdapat penurunan impor sebesar 39,60 persen (yoy). Padahal pada Januari tahun lalu terjadi lonjakan impor komoditas minyak mentah, mesin, alat berat dan telepon.

Lebih lanjut, penurunan impor bahan baku dari China ternyata mencapai 31,43 persen, meskipun angka tersebut lebih kecil dari penurunan impor barang konsumsi yang sebesar 46,83 persen.

"Jadi memang yang paling besar turunnya itu barang konsumsi. Bahan baku dan penolong juga turun sebesar 31,43 persen," ujar Syarif saat ditemui di Kantor Staf Kepresidenan, Kamis (13/02/2020).

Kemudian, pada minggu ke-1 bulan Februari 2020, sudah mulai terlihat penurunan impor dari China hampir di seluruh kategori BEC, seperti bahan baku kain, part elektronik, bahan baku plastik, komputer dan furnitur.

Di lihat dari devisa impornya, barang konsumsi mengalami penurunan dari USD 111,68 juta menjadi USD 59,38 juta (turun 46,83 persen). Bahan baku dan penolong turun dari USD 584,12 juta menjadi USD 400,52 juta (turun 31,43 persen) serta barang modal turun dari USD 910,68 juta menjadi USD 650,03 juta (turun 28,62 persen).

Syarif menyatakan, pihaknya akan terus mengamati tren penurunan impor ini hingga beberapa bulan ke depan. Jika masih terus turun, maka pemerintah akan segera mencari sumber impor lain.

"Memang impor bahan baku turun, kita akan amati dalam beberapa bulan ke depan. Kalau terus turun, berarti ada masalah, jadi kita akan cari sumber lain," kata Syarif mengakhiri.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Jurus Pemerintah Jaga Kinerja Ekspor Impor di Tengah Virus Corona

20161025-Bea-Cukai-Kembangkan-ISRM-untuk-Pangkas-Dwelling-Time-Jakarta-IA
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/10). Kebijakan ISRM diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pelayanan dan efektifitas pengawasan dalam proses ekspor-impor. (Liputan6.com/Immaniel Antonius)

Pemerintah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi untuk menjaga kinerja ekspor dan impor nasional di tengah penyebaran Virus Corona.

"Ekspor kita ke China share-nya 16,8 persen, dari sisi nilai USD 28 miliar, utamanya produk tambang dan CPO, itu bisa berdampak pada neraca dagang kita," ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso seperti mengutip Antara di Jakarta, Rabu (13/2/2020).

Saat ini, lanjut dia, pemerintah masih melakukan inventarisasi untuk menyasar pasar-pasar ke negara selain China untuk produk ekspor utama Indonesia.

Ia menambahkan salah satu yang menjadi perhatian pemerintah adalah bisa memanfaatkan pasar ekspor China ke sejumlah negara.

"Misalkan China menghentikan ekspornya ke negara lain, bisa tidak itu digantikan oleh kita. Selama ini, ekspor terbesarnya adalah barang-barang elektronik, mungkin industri kita belum bisa menggantikannya. Tetapi ada potensi lain yang bisa kita ambil seperti fesyen," kata Susiwijono.

Sementara sisi impor dari China, lanjut dia, mayoritasnya merupakan barang modal dan bahan baku untuk industri manufaktur nasional.

Meski belum terdampak, pemerintah juga sedang menyiapkan sejumlah langkah antisipasi agar aktivitas industri manufaktur di dalam negeri tetap berjalan.

"Sementara ini masih jalan impor dari China belum ada kendala tetapi kita antisipasi bila ada perubahan. Bagaimana pemerintah menjaga pasokan dari China yang jumlahnya cukup besar. Misalnya dari negara lain atau mengoptimalkan dari dalam negeri," jelas dia.

Terkait sektor pariwisata yang diperkirakan juga terdampak Virus Corona, Susiwijono mengatakan pemerintah sedang menyiapkan strategi untuk mendorong wisatawan domestik melalui pemberian insentif harga tiket pesawat.

"Pemerintah akan mendorong konferensi-konferensi dan MICE (meeting, incentive, convention and exhibition) di sejumlah destinasi wisata. Kontribusi wisatawan MICE lebih besar dibandingkan wisatawan liburan," katanya. 

Virus Corona Berpotensi Gerus Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 0,3 Persen

Pertumbuhan Ekonomi 2020 Kembali Meleset dari Target
Deretan gedung bertingkat terlihat dari jendela gedung pencakar langit di kawasan Jakarta, Kamis (26/12/2019). Pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan di kisaran 5,2%, berada di bawah target APBN 2020 sebesar 5,3%. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah Indonesia mulai memikirkan lebih serius soal dampak virus corona terhadap perekonomian Indonesia. Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian (Sesmenko) Susiwidjono menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia punya potensi tergerus antara 0,11 persen hingga 0,30 persen.

Hal tersebut didasarkan perhitungan pekan lalu, sehingga nanti besarannya bisa berubah sewaktu-waktu.

"Ke kita bisa kena dampaknya 0,11 persen hingga 0,30 persen. China sendiri bisa turun mungkin 1 persen hingga 2 persen," tutur Susiwidjono di Jakarta Pusat, Rabu (12/02/2020).

Namun, Susiwidjono tetap yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai target 5,3 persen tahun ini. Alasannya, meskipun beberapa sektor terpukul cukup hebat, Indonesia masih bisa bertahan dengan memiliki langkah alternatif.

Misalnya saja dalam sektor pariwisata, Indonesia akan memaksimalkan potensi wisatawan domestik (wisdos). Meskipun demikian, tentu ada banyak tantangan, mengingat jumlah pergerakan wisdos tidak akan menutupi potensi kehilangan dari turis China.

Apalagi, turis China dikenal paling royal dalam membelanjakan uang mereka saat berlibur.

"Wisatawan China itu rata-rata spending USD 1.385, lebih besar dari wisatawan lainnya yang kira-kira USD 1.200," ujar Susi.

Dan karena pergerakan manusia dari China lumpuh, sektor penerbangan juga ikut merasakan pahitnya. Tercatat sebanyak reservasi 2,1 juta kursi pesawat dibatalkan. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya