Cegah Tekor, Sri Mulyani Siapkan Bond Stabilization Framework

Sri Mulyani menyiapkan bond stabilization framework untuk menstabilkan imbal hasil (yield) yang kini terus merangkak naik.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2020, 16:05 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2020, 16:05 WIB
Bersama KPK, 3 Menteri Diskusi Bareng Lawan Korupsi
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi pembicara dalam acara ‘KPK Mendengar’ di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/12/2019). KPK menggelar peringatan Hakordia 2019 dengan tema “Bersama Melawan Korupsi Mewujudkan Indonesia Maju”. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan langkah antisipasi di sektor keuangan untuk menangkal dampak virus Corona. Salah satunya dengan stabilisasi Surat Berharga Negara (SBN).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan langkah berupa bond stabilization framework untuk menstabilkan imbal hasil (yield) yang kini terus merangkak naik.

"Maka seperti buyback stabilization framework, auto reject turun (yield) di bawah 10 persen, itu semua kita lakukan pada 2008 untuk beri ketenangan market," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (10/3/2020).

Sebagai informasi, pada selasa ini yield SBN bertenor 10 tahun mencapai 7,203 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan awal pekan ini yang sebesar 6,732 persen. Yield yang meningkat mengindikasikan harga obligasi di pasar yang terus turun, sementara pemerintah nantinya akan dibebankan dengan biaya (cost) yang lebih besar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pasar Saham

Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 TSri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bendahara Negara ini menambahkan, pemerintah juga terus melakukan koordinasi dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) lainnya untuk memonitor pengaruh dari pergerakan yield terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia.

"OJK sudah keluarkan aturan untuk auto reject apabila volatilitasnya di atas 10 persen. Kemudian juga relaksasi untuk buyback tanpa RUPS. Ini untuk kembalikan rasionalitas market pasar," jelasnya.

Seluruh langkah yang ditempuh pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maupun Bank Indonesia (BI) bertujuan untuk menenangkan pasar keuangan dan saham. Sebab, siuasi saat ini lebih mempengaruhi psikologis investor.

"Kita perlu kembalikan market ini supaya nyaman, jadi kita berhubungan langsung dengan market psychology. Itu jadi psikologis yang muncul di sana, namun ini harus tetap kita waspadai kalau berlangsung lama dan sangat lama bisa pengaruhi fundamental," jelas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya