BI Yakin Rupiah Menguat ke 15.000 per Dolar AS di Akhir 2020

Pemerintah mengungkapkan skenario terburuk perkembangan nilai tukar rupiah bisa tembus 20.000 per dolar AS.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Apr 2020, 11:20 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2020, 11:20 WIB
Rupiah Tetap Berada di Zona Hijau
Teller menunjukkan mata uang rupiah dan dolar di Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (10/1). Hingga hari ini, US$ 1 dibanderol Rp 14.020. Rupiah menguat 0,71% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengungkapkan skenario terburuk terkait perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), yakni bisa tembus 17.500 per dolar AS dalam skenario buruk dan capai 20.000  per dolar AS untuk skenario paling buruk.

Bank Indonesia (BI) menyampaikan, perhitungan tersebut bukanlah sebuah proyeksi, melainkan hanya skema perumpamaan (what if). Adapun bank sentral mengkaji nilai tukar rupiah dapat terus stabil pada kisaran 15.000 per dolar AS hingga akhir 2020.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah saat ini itu memadai levelnya. Menurutnya, Bank Indonesia terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah agar bergerak stabil.

"Stabilitas yang dalam seminggu terakhir berjalan dengan baik, di pasar modal dan pasar keuangan bisa kita jaga. Dengan itu, kami punya keyakinan tidak hanya bergerak stabil, bahkan cenderung menguat sampai 15 ribu sampai akhir tahun ini," tuturnya dalam sesi teleconference, Kamis (2/4/2020).

Perry menambahkan, proyeksi itu turut terbangun berkat adanya kepercayaan diri dari investor dan pasar yang telah terbangun, sehingga ada kecenderungan kurs rupiah akan menguat di akhir tahun nanti mengarah ke 15 ribu per dolar AS.

"Kami perlu mempertegas apa yang disampaikan dalam sesi teleconference kemarin, khususnya dengan angka makro ekonomi. Perlu ditekankan, angka makro adalah what of skenario, bukan proyeksi," tegas dia.

Tak hanya itu, ia menyebutkan, pemerintah terus berupaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi negara agar tidak lebih rendah dari 2,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kita dengan berbagai policy yang insya Allah dilakukan baik, pertumbuhan ekonomi kita upayakan akan tidak lebih rendah dari 2,3 persen PDB, dengan langkah stimulus fiskal dan stabilitas di sektor keuangan dan nilai tukar rupiah," ungkapnya.

"Nilai tukar yg kemarin disebutkan, 17.500 per dolar AS sampai 20.000 per dolar AS itu adalah what if skenario, bukan proyeksi. Kami yakini nilai tukar rupiah saat ini memadai," dia menandaskan.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Rupiah Hari Ini

Rupiah Masih Tertahan di Zona Merah
Teller menunjukkan mata uang rupiah di Jakarta, Selasa (15/10/219). Rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 14.166 per dolar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan Kamis ini. investor masih menjauh dari aset-aset berisiko. 

Mengutip Bloomberg, Kamis (2/4/2020), rupiah dibuka di angka 16.505 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 16.450 per dolar AS. Menjelang siang, rupiah terus melemah ke 16.525 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 16.505 per dolar AS hingga 16.529 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 19,18 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Intrbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 16.741 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 16.413 per dolar AS.

Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis, bergerak melemah seiring menjauhnya investor dari aset-aset berisiko.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, harga aset berisiko terlihat masih negatif pagi ini. "Pasar masih nyaman untuk keluar dari aset berisiko karena peningkatan penyebaran wabah Corona," ujar Ariston.

Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun terlihat kembali melemah ke kisaran 0,57 persen mendekati tingkat terendah sepanjang masa yang terjadi pada 9 Maret 2020 di 0,36 persen. Hal tersebut bisa mengindikasikan permintaan terhadap obligasi tinggi sehingga harga naik dan tingkat imbal hasilnya turun.

Sementara itu, kasus positif COVID-19 di Amerika Serikat sudah menyentuh angka 200 ribu kasus. Peningkatan juga terjadi di Italia, Inggris, termasuk Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya