Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara soal beredarnya dokumen berisi analisis kondisi perbankan yang isinya menggambarkan situasi perbankan dari berbagai skenario.
Isi dokumen analisis tersebut seolah-olah diterbitkan oleh Departemen Pengembangan Pengawasan dan Manajemen Krisis OJK. Pada kenyataannya, hal tersebut tidak benar atau hoaks.
Baca Juga
"Sebagaimana diketahui, sejak 13 Maret 2020, OJK menerapkan kebijakan pemberian stimulus bagi perekonomian, dengan diterbitkannya POJK No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019," ujar Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anton Prabowo melalui keterangannya, Kamis (16/4/2020).
Advertisement
Melalui kebijakan restrukturisasi ini, lanjut Anton, perbankan memiliki ruang mengendalikan potensi kredit bermasalah sebagai langkah countercyclical dampak penyebaran virus Corona untuk menopang sektor riil dan kinerja perbankan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Kemudian, hal tersebut juga ditopang dengan kebijakan OJK mengenai penerapan PSAK 71 yang menggolongkan debitur yang mendapatkan restrukturisasi dalam stage-1 dan tidak diperlukan tambahan CKPN.
Â
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Tak Bisa Dipertanggungjawabkan
Selain itu, dalam penerapan PSAK 68, OJK menunda pelaksanaan harga pasar (mark to market) selama 6 (enam) bulan dan menggunakan kuotasi per 31 Maret 2020 untuk penilaian surat-surat berharga yang dimiliki oleh bank.
"Dengan berbagai kebijakan stimulus yang telah dikeluarkan oleh OJK tersebut, dengan ini ditegaskan bahwa dokumen yang berisikan analisis yang beredar dimasyarakat adalah hoax dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," tegas Anton.
Advertisement