Budidaya Padi Salibu, Siasat Peyuluh dan Petani di Tengah Pandemi Covid-19

Hesti Nova Sari, salah satu PPL asal Nganjuk, Jawa Timur mengenalkan budidaya padi sistem salibu.

oleh stella maris pada 17 Mei 2020, 10:28 WIB
Diperbarui 17 Mei 2020, 10:37 WIB
Padi
Padi.

Liputan6.com, Jakarta Tugas penyuluh pertanian, tak hanya sebatas mengawal dan mendampingi petani dalam melakukan percepatan tanam. Mereka juga harus mampu mentransfer inovasi teknologi yang perlu digunakan petani, demi pertanian yang lebih maju, mandiri, dan modern. 

Salah satunya tentang teknologi budidaya padi sistem salibu. Tentu saja teknologi ini akan sangat menguntungkan petani terutama dalam menyiasati selama masa pandemi maupun pasca Covid-19.

Sejalan dengan pernyataan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam beberapa kesempatan menyampaikan sektor pertanian menjadi harapan, tulang punggung ditengah upaya pemerintah dalam menanggulangi Covid-19.

Untuk itu melalui program Komando Strategis Pembangunan Pertanian di Kecamatan (Kostratani) sebagai penggerak pembangunan pertanian di tingkat kecamatan diharapkan mampu mengoptimalkan peran penyuluh dalam mengimplementasikan teknologi yang akan digunakan petani.

Hesti Nova Sari, salah satu PPL asal Nganjuk, Jawa Timur yang mengenalkan budidaya padi sistem salibu mengatakan berbagai manfaat bisa didapat dari penggunaan sistem salibu ini.

"Padi salibu merupakan tanaman padi yang tumbuh lagi setelah batang sisa panen ditebas atau dipangkas. Kemudian tunas akan muncul dari buku yang ada di dalam tanah dan mengeluarkan akar baru, sehingga suplai hara tidak lagi terulang pada batang lama. Tunas ini bisa membelah dan mampu bertunas lagi seperti padi local tanam pindah biasa," ujar Hesti. 

Menurutnya ada beberapa keuntungan dari budidaya sistem salibu, diantaranya jangka waktu yang relatif lebih pendek dan kebutuhan air lebih sedikit.

Selain itu, biaya produksi lebih rendah karena tanpa biaya pengolahan tanah, tanpa biaya penyemaian dan biaya penanaman. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga jauh lebih sedikit.

"Budidaya dengan sistem salibu akan meningkatkan indeks panen karena tidak lagi memerlukan pengolahan tanah dan persemaian tanam, sehingga rentang waktu produksi lebih singkat," tutur Hesti.

Lebih lanjut Hesti menjelaskan, dalam teknik salibu petani harus memotong batang sisa panen pertama secara seragam, dengan alat pemotong hingga tersisa 3-5 cm dari permukaan tanah. Dengan cara itu, kebutuhan unsur hara pada masa pertumbuhan anakan padi bisa seimbang.

Selain itu, Ikhwanudin, mewakili Kelompok Tani (Poktan) Sumber Hasil menuturkan wilayahnya telah mencoba menerapkan teknologi budidaya padi sistem salibu.

Demplot dilakukan untuk mengetahui hasil produksi tanam padi salibu, sehingga petani akan mau dan mampu berbudidaya padi cara tersebut.

Bahkan hasil demplot budidaya padi sistem salibu yang diterapkan Ikhwanudin, mampu menghasilkan 4,9 ton/ha gabah kering panen. Volume itu 70 persen dari hasil produksi tanam padi dengan pindah tanam (transplanting).

"Panen dilakukan saat padi berumur 58 hari. Teknik budidaya padi salibu ini sederhana dan tidak rumit ini, juga terbukti lebih efisien dan murah dibandingkan dengan teknik budidaya padi biasa," katanya.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi mengatakan Kementerian Pertanian men support penuh aktivitas yang dilakukan penyuluh dan petani.

"Masalah pangan sangat utama, hidup matinya suatu bangsa. Meskipun kini negara kita diserang wabah Covid-19, tetapi petani tetap semangat tanam, semangat olah, tanam dan panen. Melalui Kostratani, penyuluh dan petani akan diberikan menu lengkap, yaitu salah satunya sebagai pusat pembelajaran untuk itu diharapkan Penyuluh dan Petani manfaatkan peran tersebut dengan optimal," tegasnya.

 

(*)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya