Pasang Smart Meter Buat 79 Juta Pelanggan Listrik, PLN Butuh Waktu 7 Tahun

Smart meter atau meteran elektronik dinilai dapat membuat perhitungan pemakaian listrik lebih akurat.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 15 Jun 2020, 17:30 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2020, 17:30 WIB
20151105- Tarif Listrik Subsidi Tidak Jadi Naik-Jakarta
Suasana ruang panel listrik di Rusun Benhil, Jakarta, Kamis (5/11/2015). Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, per 1 Januari 2016, harga tarif listrik pelanggan 450 VA akan tetap dan tidak berubah, yakni Rp415 per kWh. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melaporkan, ada sekitar 14 juta kWh meter listrik yang telah memasuki masa kadaluarsa. Kondisi tersebut membuat perhitungan pemakaian daya menjadi tidak presisi.

Menanggapi kasus tersebut, PT PLN (Persero) berjanji untuk mengganti meteran pelanggan dengan smart meter atau meteran elektronik yang dinilai dapat membuat perhitungan pemakaian listrik lebih akurat.

Senior Executive Vice President Bisnis & Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo Wicaksono memperkirakan, dibutuhkan waktu sekitar 7 tahun untuk mengganti seluruh meteran listrik konsumen yang jumlahnya sekitar 79 juta pelanggan.

"Kita punya roadmap, kita menyiapkan penggantian dengan smart meter yang perlu waktu tahunan. Kalau smart meter kira-kira 7 tahun untuk seluruh meter yang ada di pelanggan PLN sebanyak 79 juta," papar Yuddy dalam sesi teleconference, Senin (15/6/2020).

Dengan smart meter, ia melanjutkan, maka pelanggan akan lebih mudah dalam mengontrol pemakaian listrik hingga mengisi ulang daya.

"Misalnya untuk yang token, untuk isi ulang dengan smart meter pelanggan bisa mengisi tanpa memasukkan ke dalam tokennya, seperti hp langsung masuk ke meter tersebut," jelas dia.

Namun demikian, Yuddy mengemukakan, penggantian meteran listrik pelanggan harus dilakukan secara bertahap. Dia pun percaya bahwa mengganti meteran baru secara ongkos lebih murah ketimbang melakukan tera ulang kWh meter.

"Untuk penggantian meter kita lakukan secara bertahap Kita kejar untuk penggantian meter-meter tersebut karena dari perhitungan kami mengganti meter baru itu lebih efisien daripada melakukan tera ulang. Ini menjadi program kami, sudah kami siapkan untuk itu," tuturnya.

 

14 Juta Meteran Listrik Kadaluarsa Jadi Biang Kerok Tagihan Bengkak?

FOTO: Listrik Gratis di Tengah Pandemi Virus Corona COVID-19
Warga memeriksa meteran listrik di kawasan Matraman, Jakarta, Kamis (2/4/2020). Di tengah pandemi COVID-19, pemerintah menggratiskan biaya tarif listrik bagi konsumen 450 Volt Ampere (VA) dan pemberian keringanan tagihan 50 persen kepada konsumen bersubsidi 900 VA. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan ada sekitar 14 juta kWh meter listrik atau biasa disebut meteran listrikyang telah memasuki masa kadaluarsa. Kondisi tersebut membuat perhitungan pemakaian daya menjadi tidak presisi di tengah pembengkakan harga tagihan listrik.

Direktur Metrologi Kementerian Perdagangan Rusli Amin mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada Kementerian BUMN terkait kasus ini.

"Sebetulnya kami sudah membuat surat dari Menteri Perdagangan kepada Menteri BUMN terkait masalah jumlah kWh meter ini. Kami melihat jumlah meteran listrik yang sudah habis masa teranya itu kira-kira sekitar 14 juta, cukup banyak," ungkapnya dalam sesi teleconference, Senin (15/6/2020).

"Dan ini menurut saya cukup tidak memberi kepastian dari sisi pelanggan apakah alat ukur mereka ini masih layak dipakai atau tidak," dia menekankan.

Rusli melanjutkan, jumlah meteran listrik yang terpasang terus naik setiap tahunnya. Dari sekian jumlah meter yang terpasang, ada beberapa yang belum ditera ulang, dan secara akumulasi terus menumpuk tiap tahunnya.

"Kalau ditanya apakah saat ini tagihan dari pelanggan naik karena kWh meternya, saya bisa bilang iya atau tidak. Karena kalau dari sisi metrologi, itu bisa merugikan konsumen bisa juga merugikan si PLN sebagai penyuplai alat ukur," jelasnya.

"Tapi yang jelas, meter kWh ini, meter yang ada di rumah-rumah ini dijadikan sebagai alat ukur transaksi, dasar pembayaran bagi para konsumen. Artinya dari sisi metrologi bisa plus atau minus," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya