Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dalam PP tersebut gaji peserta Tapera akan dipotong 3 persen per bulan. Manfaat yang bisa didapat peserta dari pemotongan tersebut adalah bisa mendapat KPR dengan bunga 5 persen.
"Dengan gaji misalnya Rp 8 juta, dia (peserta) bisa ambil KPR dengan bunga 5 persen," kata Deputi Komisioner BP Tapera Bidang Pemanfaatan Dana Tapera, Ariev Baginda Siregar dalam program Ruang Merdeka bertajuk 'Membedah Tapera' di Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Baca Juga
Ariev menilai peserta Tapera diuntungkan karena bunga cicilan rumah KPR saat ini mencapai 10 persen. Seperti diketahui, salah satu syarat peserta Tapera yaitu memiliki penghasilan minimal sesuai UMR hingga Rp 8 juta per bulan.
Advertisement
Program Tapera ini juga tak hanya diperuntukkan bagi para ASN dan pegawai perusahaan swasta. Program ini juga terbuka bagi para pekerja informal yang menabungkan 3 persen pendapatannya tiap bulan.
Ariev mengatakan penarikan iuran bagi pekerja informal dihitung berdasarkan pendapatan rata-rata selama satu tahun. Penentuan pendapatannya pun dihitung sendiri oleh peserta Tapera.
"Nanti rata-rata pertahun sekian dan dari jumlah itu dihitung 3 persennya, jadi itu yang ditabungkan," kata Ariev.
Dalam penentuan iuran ini, peserta Tapera diminta untuk memberikan data terbaik. Sebab, jumlah pendapatan rata-rata yang didaftarkan akan menentukan jumlah tabungan wajib per bulan.
"Kalau dia tinggikan (pendapatan rata-rata) nanti dia malah enggak bisa bayar iuran," kata Ariev.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kementerian PUPR: Tapera Mengusung Prinsip Gotong Royong
Sebelumnya, pemerintah ingin meningkatkan kepemilikan rumah masyarakat melalui program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Meski bersifat gotong-royong, tak semua masyarakat boleh mendapatkan manfaat Tapera.
"Di sana ada yang dinamakan gotong royong karena nanti yang bisa memanfaatkan hanyalah masyarakat tertentu, tidak semuanya, itulah makanya disebut gotong royong," ujar Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR, Eko Djoeli Heripoerwanto, dalam diskusi online bersama media, Jakarta, pada Jumat 5 Juni 2020.
BACA JUGA
Penyediaan rumah melalui prinsip gotong royong diperlukan karena Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) terbatas untuk memberikan suntikan bantuan pengadaan rumah murah. Selam ini pendanaan rumah murah mengandalkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau skema subsidi dana bergulir sejak 2010.
"Kita ingin ke depan dengan adanya Tapera target ini mestinya bisa lebih ditingkatkan. Kita menghadapi hal yang selama ini bertahun-tahun kalau mengandalkan APBN, APBN itu terbatas, tapi prinsipnya Tapera nanti dijelaskan itu adalah gotong royong," jelasnya.
Advertisement
Realisasi Rumah Murah
Dalam kesempatan tersebut, Eko juga menjelaskan mengenai realisasi pengadaan rumah murah dalam lima tahun terakhir. Setidaknya ada 10 provinsi dengan penyediaan rumah murah terbanyak atau lebih dikenal dengan KPR (Kredit Pemilikan Rumah).
"Bagaimana realisasi bantuan pembiayaan peruamahan selama lima tahun terakhir? Dari seluruh Indonesia ada 10 provinsi terbesar yang merealisaikan KPR subsidi 70 persen dari realisasi nasional," jelasnya.
Pertama Jawa Barat memiliki realisasi 277.000 unit, lalu Banten 75.000 unit, Sumatera Utara 50.000 unit, Jawa timur 49.000 unit, Riau 46.000 unit, Sumatera Selatan 44.000. Kalimantan Selatan 40000, Sulawesi Selatan 39.000 unit, Jawa Tengah 39.000 unit dan Kalimantan Barat 31.000 unit.
"Ini bukan berarti sebaran KPR bersubsidi hanya di 10 provinsi, KPR bersubsidi tersebar di 34 provinsi dan pengalaman kita KPR subsidi masuk di satu wilayah tidak ada cerita realisasinya nol," tandasnya.