Tahun Depan, Subsidi BBM Dipatok Rp 500 per Liter

Komisi VII DPR menyetujui besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk solar sebesar Rp 500 di 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Jun 2020, 16:21 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2020, 16:20 WIB
20150930-Pom Bensin-BBM-SPBU-Jakarta
Aktivitas pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta, Rabu (30/9/2015). Menteri ESDM, Sudirman Said menegaskan, awal Oktober tidak ada penurunan atau kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baik itu bensin premium maupun solar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyetujui Asumsi Dasar Makro sektor ESDM dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2021.

Salah satunya soal besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk solar sebesar Rp 500 di 2021.

Dalam asumsi RAPBN 2021 tersebut, Harga acuan minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) ditetapkan rentang USD 42-45 per barel.

“Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM menyetujui harga acuan minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) di rentang 42-45 Dolar Amerika Per Barel,” ujar Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto, di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (29/6).

Sugeng menjelaskan bahwa sejatinya tidak ada satu pihak pun yang bisa memastikan harga ideal ICP. Pasalnya ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi ICP. Diantaranya faktor fundamental, yakni adanya hukum supply and demand.

Artinya, ketika supply ICP meningkat, maka harga ICP anjlok. Kondisi ini pernah terjadi saat beberapa bulan sebelumnya, dimana supply minyak mentah, OPEC plus sangat luar biasa. Ditambah dengan Amerika yang memproduksi minyak mentah hingga 15 juta per barel.

“Hal tersebut membuat pasar benar-benar dibanjiri oleh minyak mentah, yakni sebanyak 110 juta barel. Sementara konsumsi minyak dunia turun hampir lima puluh persen, sehingga harga minyak mentah saat itu anjlok,” jelas politisi Partai NasDem itu.

Dia menambahkan faktor lain yang turun mempengaruhi adalah situasi politik. Misalnya seperti prediksi akan adanya perang dagang serta adanya pandemi seperti yang terjadi di berbagai negara di dunia. Dimana, pandemi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia yang cenderung negatif.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Konsumsi Energi

20150930-Pom Bensin-BBM-SPBU-Jakarta
Aktivitas pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sehingga bisa dipastikan konsumsi energi termasuk minyak juga akan turun. Hal ini kembali ikut mempengaruhi permintaan minyak yang ikut turun, sementara supply meningkat.

Selain itu, dalam rapat kerja tersebut juga disepakati sejumlah asumsi dasar makro lainnya. Lifting minyak dan gas bumi (migas) sebesar 1,68 juta-1,72 juta BOEPD (barrel oil equivalent per day).

Volume BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi sebesar 15,79-16,30 juta kiloliter (KL), Volume LPG 3 kg sebesar 7,50-7,80 Juta Metrik Ton (M.Ton), subsidi tetap minyak solar sebesar RP 500 per liter, subsidi listrik sebesar Rp 50,47-RP 54,55 triliun.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Masuk New Normal, Konsumsi BBM Mulai Merangkak Naik

Pemerintah Turunkan Harga Premium Jadi Rp 7.600
Pengendara sepeda motor saat menunggu giliran untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU, Jakarta, Kamis (1/1/2015). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Konsumsi BBM Pertamina pada era New Normal atau sejak 8 Juni 2020 tercatat mulai merangkak naik menjadi rata-rata 114 ribu KL per hari.

Walaupun masih dibawah rerata normal Januari-Februari 2020 yang tercatat 135 ribu KL per hari, namun angka tersebut telah mengalami kenaikan sekitar 10 persen dibanding pada masa pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menyatakan konsumsi BBM baik gasoline maupun gasoil sama-sama mulai mengalami peningkatan sejalan dengan beroperasinya sarana transportasi umum dan kendaraan pribadi, industri, perkantoran, dan juga pusat perbelanjaan serta pelaku UMKM. Namun demikian, konsumsi BBM masih di bawah rerata normal pada masa sebelum pandemi Covid -19.

“Jika selama PSBB, konsumsi BBM secara umum mengalami penurunan sekitar 26 persen, saat ini penurunannya berkurang menjadi sekitar 16 persen dibanding rerata konsumsi normal,” ujar Fajriyah.

Fajriyah menjelaskan, jelang semester kedua 2020 dengan kebijakan transisi new normal, konsumsi gasoline tercatat 78,82 ribu KL sementara konsumsi gasoil mencapai 34,99 ribu KL.

“Untuk mendorong tingkat penjualan sekaligus menunjukkan komitmen perusahaan dalam menjalankan tugas untuk menyediakan energi, Pertamina tetap mendistribusikan BBM ke seluruh pelosok negeri, sehingga seluruh SPBU tetap beroperasi melayani konsumen baik pada masa PSBB, New Normal maupun Normal. Selain itu, program promosi cashback dan Berbagi Berkah My Pertamina juga tetap berlanjut sebagai stimulus bagi konsumen,” imbuh Fajriyah. 

Jaga Ekosistem Bisnis Migas

Petugas SPBU melayani pengisian BBM masyarakat
Tugas Tim Task Force melakukan langkah pencegahan infeksi virus corona COVID-19 dengan tetap mengutamakan pemenuhan kebutuhan energi masyarakat.

Menurut Fajiryah, sebagai BUMN, Pertamina mendapat amanah untuk menjaga ekosistem bisnis migas dalam kondisi apapun.

Karena itu, seluruh bisnis Pertamina dari hulu, pengolahan hingga hilir tetap beroperasi meskipun harus menghadapi pandemi Covid-19 dan tantangan global lainnya.

"Pemulihan ekonomi di sejumlah wilayah belum merata. Kami masih terus memantau perkembangan pandemi Covid 19. Namun untuk memastikan kebutuhan energi terpenuhi, Pertamina tetap menyediakan BBM di seluruh wilayah sesuai permintaan. Dengan pasokan yang tersedia dalam jumlah yang aman, Pertamina dapat berkontribusi dalam menggerakkan ekonomi nasional dan selalu siap melayani masyarakat,” pungkas Fajriiyah.** 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya