Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) dinilai berpeluang mendorong pertumbuhan investasi syariah. Pasalnya, selain akan menciptakan ekosistem investasi yang lebih baik, RUU ini juga akan lebih menyederhanakan proses perizinan membuka usaha dan mengurus sertifikasi halal.
"Bahkan, aturan ini menggratiskan urus sertifikasasi halal bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM),"ungkap Arief Mufraini, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Kota Tangsel,Senin (20/7/2020).
Baca Juga
Tapi menurutnya, kemudahan dalam perizinan dan sertifikasi halal saja tidak cukup untuk menggenjot pertumbuhan investasi syariah. Arief juga menilai penting peran mengindahkan kualitas produk, agar bisa bersaing secara global dan mendorong investor luar negeri tertarik menanamkan modalnya.
Advertisement
Apalagi, lanjutnya, saat ini UMKM-UMKM dan industri halal Indonesia memiliki peluang bersaing secara global. Mengingat Indonesia saat ini masuk dalam 10 besar di dunia, negara yang berhasil mengembangkan industri halalnya.
“Produk-produk halal Indonesia bisa menjadi keunggulan kompetitif atau competitive advantage untuk memasuki persaingan perdagangan global. Hal itu mengingat persaingan perdagangan produk-produk halal di dunia tidak seketat produk-produk konvensional,” jelas dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta periode 2015-2018 ini.
Pandangan Arief, mengukuhkan apa yang dia juga sampaikan dalam diskusi publik online bertema Meneropong Peluang Investasi Syariah dalam RUU Ciptaker yang diselenggarakan lembaga riset Indeks, pekan lalu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Arus Investasi
Pembicara lain, M Agung Prabowo, menyampaikan RUU Ciptaker memberikan peluang untuk meningkatkan masuknya arus investasi dari luar negeri ke Indonesia, termasuk investasi syariah.
“Kalau kita lihat RUU Ciptaker ini ada peluang untuk meningkatkan Foreign Direct Investment (FDI)” ujar dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta ini.
RUU Ciptaker menurutnya akan mengatur proses awal investasi yang mudah. Namun, faktor stabilitas politik dan rule of law (uncertainty) untuk menarik FDI juga penting. Dengan kata lain, perlindungan dan kepastian hukum bagi investor juga harus diperkuat.
Agung membeberkan pertimbangan para investor untuk berinvestasi selain uncertainty, juga karena infrastruktur, kemudahan perizinan (high cost economy), infrastruktur IT (cyber threat) serta tren terbaru adalah environmental, social and government (ESG). ESG ini berkaitan dengan investasi syariah.
“Tahun 2026, ESG akan menjadi pertimbangan penting bagi para investor luar negeri. Menurut riset Schroder Investment, investasi syariah memiliki kesesuaian dengan ESG. Jadi, ESG basisnya keseimbangan antar stakeholder dan investasi syariah basisnya demi kesejahteraan umat,” tutur Agung.
Advertisement
BI: Indeks Literasi Ekonomi Syariah Baru 16,3 Persen
Bank Indonesia (BI) merilis Indeks Literasi Ekonomi Syariah (Eksyar) untuk pertama kalinya. Tahun 2019 tercatat Indeks Eksyar mencapai 16,3 persen (well literate) dari skala 100 persen.
"Ini mencerminkan adanya ruang bagi upaya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang eksyar di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Onny Widjanarko dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Senin (30/3/2020).
Indeks Literasi Eksyar merupakan salah satu indikator cerminan tingkat literasi masyarakat Indonesia terhadap ekonomi syariah. Juga termasuk tingkat inklusi masyarakat terhadap layanan keuangan syariah, khususnya keuangan sosial syariah seperti zakat, infaq, sodaqoh dan waqaf.
Indeks Literasi Eksyar diperoleh melalui pelaksanaan survei literasi ekonomi syariah secara nasional pada tahun 2019. Survei dilakukan di 13 provinsi dengan melibatkan 3.312 responden.
Jumlah ini dianggap mewakili lebih dari 80 persen populasi umat muslim di Indonesia. Survei mencakup aspek pengetahuan prinsip dasar ekonomi syariah, keuangan sosial syariah dan produk/jasa halal.
Islamic Development Bank (IsDB) menyambut baik penerbitan Indeks Literasi Eksyar BI. IsDB kata Onny menyatakan indeks ini merupakan yang pertama di Indonesia. Dalam pengerjaannya telah dilakukan dengan baik serta ditunjang metodologi yang umum diterapkan dalam standardisasi riset global.
Adanya indeks literasi eksyar diyakini akan menambah referensi literasi eksyar di tingkat nasional. Sehingga bisa saling melengkapi dengan indeks literasi syariah yang sudah ada sebelumnya. Misalnya indeks literasi keuangan syariah yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Upaya mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah perlu dibangun secara komprehensif, baik dari sisi penawaran (supply) maupun permintaan (demand)," tutur Onny.